Jumat, 23 Desember 2011

Kematian Semakin Dekat Kemanapun Kamu Pergi Pasti Akan Dijemput


Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori
-Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya-
Darul Hadits Dammaj, 15 Dzulhijjah 1432H
BAB I
PENDAHULUAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Ketika kaum Rowafidh –semoga Allah membinasakan mereka- merencanakan makar terhadap Darul Hadits Dammaj dan berupaya untuk menguasainya bersamaan dengan itu kaum hizbiyyun yang dipelopori oleh Abdurrahman bin Mar’i Al-Adni dan jaringannya dintara mereka Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan komplotannya bergerak pula dengan menjalankan makar terhadap Darul Hadits Dammaj. Kalau kaum Rowafidh –semoga Allah menutunkan azab kepada mereka- melakukan makar berupa gerakan persenjataan dan embargo, sedangkan kaum hizbiyyun melakukan makar berupa politik adu domba. Kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan visi dan misi dalam melakukan makar terhadap Darul Hadits Dammaj yaitu supaya para penuntut ilmu keluar dari Darul Hadits Dammaj dan disamping itu mereka terus mencegah agar orang-orang tidak menuntut ilmu di Darul Hadits Dammaj.
Disaat kaum Rawafidh –semoga Allah menurunkan malapetaka kepada mereka- semakin terlihat memiliki ambisi besar untuk menguasai Darul Hadits Dammaj maka para hizbiyyin yang masih tersisa di Darul Hadits Dammaj satu persatu mulai meninggalkan Dammaj [1], begitu pula para pengkhianat dakwah ketika menyaksikan bahwa kaum Rawafidh sangat berambisi untuk menguasai Dammaj mulailah para pengkhianat tersebut menyusun rencana untuk kabur dari Darul Hadits Dammaj, padahal sebelumnya mereka berkata: “Kami akan lama di Dammaj, kami mau membeli rumah di Dammaj! kami mau benar-benar menuntut ilmu di Dammaj! kami….dan kami….” Sebelum kabur dari Dammaj mereka ditanya: Katanya mau lama di Dammaj? Mereka menjawab: “Kami akan balik ke Dammaj, kami mau safar karena begini dan begitu… kami mau balik ke Dammaj segera… kami dan kami….”.
Ketika kaum Rowafidh –semoga Allah membinasakan mereka- telah mengepung Darul Hadits Dammaj dan telah menguasai jalan masuk ke Darul Hadits Dammaj dan ahlussunnah yang ada di Darul Hadits Dammaj semakin terjepit dan terkepung maka para hizbiyyun dan para pengkhianat tersebut bersyukur dan bergembira karena mereka sudah keluar dari Dammaj sehingga tidak merasakan apa yang telah dirasakan oleh ahlussunnah di Dammaj, maka kami katakan sebagaimana Robb kami berkata:
﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ﴾ [آل عمران: 185]
“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian” (Al-Baqarah: 185).
Ketahuilah bahwasanya kematian adalah suatu kepastian yang tidak bisa dimajukan dan dimundurkan dengan cara bagaimanapun dan kami menyadari pula bahwa kematian akan terus mendekat kepada kami, kepada para hizbiyyin dan kepada para pengkhianat serta kepada siapa saja yang masih bernyawa, oleh karena itu maka kami katakan: “KEMATIAN SEMAKIN DEKAT, KEMANAPUN KAMU PERGI PASTI AKAN DIJEMPUT”.
وَصَلّى الله عَلَى نَبِيِّنا مُحَمّدٍ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسلَّم، والحمدُ لله رَبِّ العالَمِيْنَ.
Ditulis oleh Hamba yang Faqir Abu  Ahmad Muhammad bin Salim –semoga Allah mengampuni dosa-dosanya- pada malam Kamis di Maktabah Darul Hadits Dammaj-Sha’dah-Yaman, 15 Dzulhijjah 1432 Hijriyyah.
BAB II
KABAR GEMBIRA BAGI YANG MATI KARENA DIBUNUH
OLEH ANJING-ANJING NERAKA
Suatu kebahagian tersendiri bagi para orang tua bila mereka memiliki buah hati mati karena dibunuh oleh kaum khawarij (baik itu khawarij dari kalangan rawafidh atau yang selainnya), berkata Al-Imam Ahmad –semoga Allah merahmatinya-: Telah menceritakan kepadaku Waki’, beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku Hammad bin Salamah dari Abu Ghalib dari Abu Umamah bahwasanya beliau melihat kepala-kepala yang terpajang di atas tangga-tangga masjid Dimasyqi, lalu beliau berkata:
كِلَابُ النَّارِ كِلَابُ النَّارِ ثَلَاثًا شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ ثُمَّ قَرَأَ ﴿يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ﴾
“Anjing-anjingnya neraka, anjing-anjingnya neraka” beliau mengatakannya tiga kali “Sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah kolong langit (adalah mereka) dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang-orang yang dibunuh oleh mereka” Kemudian Abu Umamah membaca ayat: “Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram“. Maka Abu Ghalib bertanya kepada Abu Umamah: Apakah engkau mendengarkannya dari Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam-? Abu Umamah menjawab: Kalaulah aku tidak mendengarnya dari Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam- dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali, enam kali atau tujuh kali maka aku tidak akan menceritakannya kepada kalian. (Hadit ini diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi  dan beliau berkata: Hadits ini adalah hasan).
Dari hadits tersebut maka kami memberikan sedikit hiburan kepada saudara-saudara kami kaum muslimin di Maluku atau di manapun mereka berada yang pernah mereka menjadi korban berupa pembantaian atau penganiayaan dari para penjahat LJ (laskar jihad) dan para teroris lainnya.
Bila hadits tersebut dibawa kepada pemahaman mantan wakil LJ yang bernama Luqman bin Muhammad Ba’abduh (penulis buku “Mereka Adalah Teroris”) maka tentu sangat menguntungkan bagi siapa saja yang menjadi korban kejahatan mereka, karena mantan wakil panglima ketika membedah bukunya tersebut ditanya: Apakah orang yang mereka bunuh walaupun pelaku syirik akan masuk dalam hadits tersebut? Maka mantan wakil LJ Luqman bin Muhammad Ba’abduh menjawab: “Tergantung kehendaknya Allah, bila Dia azab maka diazab”.
Dari jawaban tersebut tampak kebodohannya terhadap aqidah dan manhaj ahlussunnah wal jama’ah, di dalam Al-Qur’an sangat jelas perkataan Allah Ta’ala:
﴿إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا﴾ [النساء: 48]
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An-Nisa’: 48). Dan Allah Ta’ala berkata pula:
﴿إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا﴾ [النساء: 116]
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan-Nya, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (An-Nisa’: 116).
Kalau seseorang berpemahaman seperti yang telah dipahami oleh mantan wakil panglima LJ tersebut maka sungguh beruntung orang-orang musyrik (yang menyekutukan Allah) yang ada di Bali ketika dibom oleh para teroris, atau sangat beruntung pula para anggota RMS (Republik Maluku Sarani) yang dibunuh oleh teroris yang menamakan diri mereka dengan LJ (laskar jihad)?!! Apa demikian pemahaman yang benar???!!! Tentu jawabannya tidak demikian, karena Allah Ta’ala telah berkata tentang orang-orang yang menyekutukan-Nya:
﴿وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا﴾ [الفرقان: 23]
“Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (Al-Furqan: 23).
BAB III
KABAR GEMBIRA BAGI YANG MATI DI ATAS JALAN MENUNTUT ILMU
Tidaklah membuat kami dan saudara-saudara kami datang ke Darul Hadits Dammaj hanya untuk berkunjung semata, akan tetapi –Alhamdulillah- kami datang ke Darul Hadits Dammaj dengan niat untuk menuntut ilmu supaya akan terangkat dari kami kebodohan, dengan itu pula kami berharap untuk tidak seperti para hizbiyyin dan para pengkhianat, mereka datang ke Darul Hadits Dammaj dengan penuh dosa dan kebodohan ketika mereka pulangpun masih membawa dosa dan kebodohan tersebut, bahkan ketika mereka sudah sampai ke kediaman mereka masih terus terpupuk dosa dan kebodohan sehingga terus tumbuh subur –kami memohon kepada Allah supaya tidak menjadikan kami seperti mereka–.
Bergembiralah wahai para penuntut ilmu yang masih berada di Darul Hadits Dammaj dengan berita yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
«مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيه عِلْمًا سَهَّل الله له بِه طرِيقًا إلى الجَنَّةِ. وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ. وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ. حَتَّى الحِيتانُ في الماءِ. وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِرْهَمًا وَلَا دِيْنَارًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ».
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah mudahkan baginya jalan menuju jannah. Sesungguhnya malaikat meletakan sayap-sayapnya ridha kepada penuntut ilmu, dan sesungguhnya penuntut ilmu dimintakan ampun oleh siapa saja yang di langit dan di bumi, sampai-sampai ikan-ikan di dalam air (ikut memintakan ampun kepadanya). Dan bahwasanya keutamaan atas orang yang berilmu terhadap orang yang beribadah seperti keutamaan bulan dengan seluruh bintang-bintang, sesungguhnya para ulama adalah pewarisnya para nabi, para nabi tidaklah mereka mewariskan dinar dan dirham hanyalah yang mereka wariskan adalah ilmu maka barangsiapa mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil dengan pengambilan yang banyak”. (Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Abud Darda’ –semoga Allah meridhainya-).
BAB IV
KABAR GEMBIRA BAGI YANG SABAR DI ATAS UJIAN
DAN COBAAN KETIKA MENUNTUT ILMU
Tidak ada sesuatu yang terindah bagi seseorang ketika menghadapi ujian daripada kesabaran, betapa indahnya apa yang dikatakan oleh Abu Yusuf ‘Alaihis Salam ketika beliau diuji dengan dipisahkannya antara beliau dengan putra kesayangannya Yusuf ‘Alaihimas Salam:
﴿فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللهُ الْمُسْتَعَانُ﴾ [يوسف: 18]
Maka kesabaran yang indah itulah (kesabaranku), dan kepada Allah tempat meminta pertolongan”. (Yusuf: 18).
Sudah merupakan ketetapan dari Allah Ta’ala bahwa orang yang beriman pasti akan diuji dan diberi cobaan, ujian dan cobaan bagi setiap orang yang beriman itu akan datang dengan bergantian dan berbagai macam model, terkadang ujian dan cobaan yang datang itu berupa penderitaan, kesengsaraan, kesedihan, penyakit dan rasa kekhawatiran lebih-lebih ketika peperangan, terkadang orang-orang yang berjuang di dalam pertempuran atau ketika berjaga-jaga di perbatasan-perbatasan merasa khawatir apalagi kalau melihat musuh memiliki kekuatan dan perlengkapan dari kemeliteran, lebih-lebih kalau musuh sudah mengepung, tapi bagi orang-orang yang beriman tentu akan selalu bersabar karena dia menyadari bahwa Allah Ta’ala telah menentukan dan mengatur segala apa yang di langit dan di bumi beserta segala isinya, Allah Ta’ala berkata:
﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ﴾ [البقرة: 214]
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah seorang Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Kapan akan datang pertolongannya Allah?” Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat”. (Al-Baqarah: 214).
Allah Ta’ala juga berkata:
﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ (142) وَلَقَدْ كُنْتُمْ تَمَنَّوْنَ الْمَوْتَ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَلْقَوْهُ فَقَدْ رَأَيْتُمُوهُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (143)﴾ [آل عمران : 142 - 144]
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk jannah, padahal belum Allah nyatakan orang-orang yang berjihad diantara kalian dan belum dinyatakan orang-orang yang bersabar. Sesungguhnya kalian mengharapkan mati (syahid) sebelum kalian menghadapinya; (sekarang) sungguh kalian telah melihatnya dan kalian menyaksikannya”. (Ali Imran: 142-144).
Para penuntut ilmu seringkali diuji dengan penderitaan berupa kekurangan, kelaparan dan penyakit, tidak ketinggalan pula ujian berupa ancaman kematian. Ketika seseorang mendengar, melihat atau menyaksikan langsung ujian yang saat ini terjadi di Darul Hadits Dammaj maka mereka akan menyimpulkan bahwa itu merupakan salah satu dari ujian yang sangat berat, namun bagi seseorang yang beriman tentu akan menyadari bahwa di balik ujian tersebut terdapat hikmah yang sangat indah dan menggembirakan, Al-Imam Ahmad berkata: Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Mahdi, beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Mughirah dari Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«عَجِبْتُ مِنْ قَضَاءِ اللهِ لِلْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَ الْمُؤْمِنِ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ فَشَكَرَ كَانَ خَيْراً لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ فَصَبَرَ كَانَ خَيْراً لَهُ».
“Sangat mengagumkanku tentang keputusannya Allah kepada orang yang beriman; sesungguhnya perkaranya orang yang beriman semuanya baik dan tidaklah yang demikian itu ada melainkan hanya kepada orang yang beriman; jika ditimpkan kepadanya perkara yang menyenangkan lalu dia bersyukur maka itu adalah suatu kebaikan baginya, dan jika ditimpakan kepadanya perkara yang menyedihkan lalu dia bersabar maka itu adalah suatu kebaikan baginya”.
BAB V
KABAR GEMBIRA BAGI YANG SENANG DENGAN
PERJUMPAAN KEPADA ROBBNYA
Ketika seseorang yang beriman merasa ridha dan merasa puas dengan apa yang Allah Ta’ala tetapkan baginya maka dia akan selalu siap, kapanpun kematian akan menjemputnya maka dia selalu di atas keadaan senang dan ridha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang sifat-sifat orang yang seperti ini sebagaimana perkataan-Nya:
«مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ».
“Barangsiapa yang senang dengan perjumpaan kepada Allah maka Allah-pun senang berjumpa dengannya dan barangsiapa yang membenci perjumpaan dengan Allah maka Allahpun membenci berjumpa dengannya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit, Abu Musa Al-Asy’ari dan Aisyah)
BAB VI
PARA PENGECUT
, PENGKHIANAT DAN SIAPA SAJA YANG LARI
DARI PEPERANGAN PASTI JUGA AKAN MATI
Allah Ta’ala berkata:
﴿أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ﴾ [النساء: 78]
“Di mana saja kalian berada, kematian akan menjemput kalian, walaupunpun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”. (An-Nisa: 78).
Sifat pengecut dan takut mati adalah salah satu dari sifat-sifat yang tercela, bahkan dia termasuk dari sifat-sifat kaum munafiqin, oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berlindung kepada Allah dari sifat tersebut:
«اللَّهمَّ إني أَعوذ بك من الجُبْنِ، وأعُوذُ بك من البُخْلِ، وأَعوذُ بك أنْ أُرَدَّ إِلى أرذَلِ العُمر، وأعوذُ بك من فِتْنَةِ الدَّجال، وأعوذُ بك من عَذَابِ القَبْرِ».
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari berjiwa penakut dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat bakhil (pelit), dan aku berlindung kepada-Mu pendeknya umur, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur”. (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini hasan shahih).
BAB VII
KEMATIAN ADALAH UJIAN BAGI ORANG-ORANG YANG BAIK
DAN ORANG-ORANG YANG JELEK
Allah Ta’ala berkata:
﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ﴾ [الأنبياء: 35]
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan kematian. Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kalian dikembalikan”. (Al-Anbiya’: 35). Orang-orang yang beriman apabila diberikan ujian dan cobaan mereka bersabar, mereka menyadari bahwa apa yang mereka miliki berupa kebaikan dan apa yang mereka rasakan dari sebab kejelakan adalah ujian pula. Bila mereka ditimpa musibah maka ucapan mereka:
﴿إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ﴾ [البقرة: 156]
“Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali”. (Al-Baqarah: 156). Karena mereka bersabar dengan musibah yang mereka hadapi maka mereka mendapatkan jaminan rahmat dan keselamatan dari Robb mereka dan mereka selalu diberi petunjuk, Allah Ta’ala berkata:
﴿أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ﴾ [البقرة: 157]
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Robb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Al-Baqarah: 156). Bila seseorang bersabar dan siap menerima apa saja yang Allah Ta’ala tetapkan maka dia adalah termasuk dari orang-orang yang beriman dan Allah Ta’ala telah menjanjikan kepada mereka berupa jannah (surga), Allah Ta’ala berkata:
﴿جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْه﴾ [البينة: 8]
“Balasan mereka di sisi Robb mereka adalah Jannah ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya”. (Al-Bayyinah: 8).
BAB VIII
MENGHARAPKAN MATI SYAHID
Mati syahid merupakan salah satu nikmat dari nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang Dia berikan kepada siapa yang Dia anggap berhak meraihnya. Orang-orang yang beriman tentu sangat mendamba-dambakan untuk memperoleh nikmat yang paling besar tersebut, karena keutamaan dan agungnnya maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ وَدِدْتُ أَنِّي أُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ»
“Dan demi jiwaku yang ada di Tangan-Nya; aku sungguh senang aku terbunuh di jalan Allah, aku terbunuh kemudian aku hidup kemudian aku terbunuh kemudian aku hidup kemudian aku terbunuh”. (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Ketika seseorang telah mengetahui betapa nikmat dan mulianya mati syahid maka tentu dia akan berharap untuk meraihnya, teringat dengan apa yang pernah terjadi di Darul Hadits Dammaj ketika kaum Rowafidh melakukan pergerakan dengan menjadikan Darul Hadits Dammaj sebagai sasaran mereka dalam pembantaian maka bangkitlah guru kami Abu Abdirrazzaq Riyadh Al-Udaini –semoga Allah merahmatinya- melakukan pembelaan terhadap dakwah ahlussunnah yang ada di Darul Hadits Dammaj, beliau sangat gigih dan pemberani, ketika terdengar bunyi tembakan maka beliau selalu menuju ke tempat-tempat penjagaan di perbatasan-perbatasan, beliau selalu mendatangi dan mengawasi saudara-saudaranya yang berasal dari Indonesia yang sedang berjaga-jaga di Wadi’[2], di tengah-tengah kesibukan, beliau tidak luput dari berdoa dan meminta kepada Allah Ta’ala untuk menjadikannya sebagai para syuhada, bila beliau pulang ke rumahnya di Mazra’ah ketika bertemu dengan putri kecilnya maka beliau langsung berdo kepada Allah Ta’ala untuk menjadikannya sebagai seorang yang mati syahid maka putrid kecilnya mengaminkan doanya, dalam waktu tidak lama kemudian beliau terbunuh di perbatasan antara Darul Hadits Dammaj dengan Wathon pemukiman Rawafidh –semoga Allah merahmati dan mengumpulkannya bersama para syuhada’-.
BAB IX
MENCARI MATI SYAHID DENGAN CARA-CARA YANG KELIRU
Setiap orang yang beriman tentunya ketika sudah mengetahui keutamaan dan mulianya mati syahid maka tentu akan berupaya untuk meraihnya, sampai-sampai terkadang didapati banyak dari manusia melakukan cara-cara yang keliru untuk meraihnya, namun Ath-Thayyib (Allah Yang Maha Baik) telah membuat ketentuan tersendiri sebagaimana perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
«أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا».
“Wahai manusia sesungguhnya Allah adalah Ath-Thayyib (Maha Baik), Dia tidak menerima kecuali yang baik”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga berkata:
«مَن أَحْدَث فِي أمْرِنا هذا ما لَيْسَ مِنْه فَهَوَ رَدّ»
“Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu perkara) dalam urusan Kami ini yang dia bukan bagian darinya maka dia tertolak”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah dan di dalam riwayat Muslim Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ عَمِلَ عَملا لَيْسَ عَلَيْه أمْرِنا فهو رَدّ»
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang amalan tersebut bukan dari urusan Kami maka dia tertolak”.
Diantara cara-cara yang keliru tersebut adalah:
  • Bunuh Diri dalam Peperangan.
Kebanyakan pergerakan saat ini seringkali para pelakunya menggunakan cara bunuh diri untuk melumpuhkan kekuatan lawan sebagaimana yang telah dilakukan oleh jaringan teroris-khawarij semisal Al-Kaidah, pengikut Juhaiman, pengikut Usamah bin Ladin, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir atau yang memiliki prinsip sama dengan mereka. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan bunuh diri adalah merupakan perbuatan tercela dan termasuk dosa dari dosa-dosa besar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنَ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا».
“Barangsiapa membunuh dirinya dengan besi maka besi yang ada di tangannya akan terhunus pada perutnya di neraka jahannam, dia kekal di dalam neraka jahannam selama-lamanya”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
  • Menggunakan Fasilitas dan Peralatan Perang Yang Haram
Menggunakan fasilitas atau peralatan perang yang diperoleh dari hasil curian atau merampas dengan berbagai macam cara terhadap hak dakwah yang telah dipegang oleh saudaranya sesama muslim adalah merupakan praktek yang seringkali didapati di kalangan hizbiyyin, ketika mereka melihat orang-orang selain mereka dipercayakan sebagai pemegang urusan dakwah semisal masjid, ma’had dan fasilitas serta sarana prasarana lainnya maka mereka berusaha untuk memperolehnya, mereka mulai melakukan trik dan cara-cara licik berupa mendatangi penguasa atau tokoh-tokoh yang berpengaruh di tengah-tengah mereka sehingga hak dakwah tersebut beralih atau berpindah ke tangan-tangan mereka, cara-cara seperti ini bukan merupakan perkara baru tapi bahkan telah dipraktekan pula oleh kaum musyrikin Quraisy ketika sebagian shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hijrah ke Habasyah dengan mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang luar biasa maka kaum musyrikin Quraisy mendatangi penguasa Habasyah, supaya apa yang telah diperoleh para shahabat menjadi sirna.
Begitu pula semangatnya para hizbiyyin dalam mencari mati syahid sampai-sampai mereka meminta-minta harta manusia, dengan harta itu kemudian mereka gunakan untuk berangkat jihad sebagaimana yang pernah terjadi ketika mereka ke Ambon dengan menggunakan dana hasil meminta-minta, jadi tidak heran kalau kemudian sifat-sifat itu masih membekas pada sebagian dari mantan anggota-anggota mereka yang sangat berambisi untuk memperoleh fasilitas atau perlengkapan dakwah yang telah dipegang oleh orang lain.

[1] Sungguh merupakan keajaiban ketika terjadi jihad yang tercampur dengan kejahatan mereka berbondong-bondong terjun dan mereka menghiasi diri-diri mereka dengan nama “Laskar Jihad (LJ) Ahlussunnah wal Jama’ah” dengan tanpa memperdulikan atauran-aturan Islam namun ketika terjadi jihad yang sebenarnya seperti yang terjadi sekarang ini di Dammaj yaitu melawan anjing-anjing neraka (musuh kaum muslimin dan musuh para shahabat Nabi yang mulia) mereka kabur, bahkan Maling Kandang alias Dzul Akmal ikut tampil memiliki visi dan misi dengan para laskarnya berupaya untuk menjauhkan manusia dari Darul Hadits Dammaj, maka kami sangat khawatir kalau pendalilan Maling Kandang (Dzul Akmal)  dalam rekaman “Oleh-oleh dari Umrahnya” akan menghujati dirinya:
«يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ».
“Mereka membunuh orang-orang yang masih beragama Islam dan mereka membiarkan para penyembah berhala”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri).
Telah diketahui bersama bahwa kaum Rawafidh lebih biadad dan lebih najis daripada kaum musyrikin arab terdahulu, karena kaum musyirikin arab dahulu ketika masuk bulan haram mereka menghentikan peperangan dan mereka membuka jalan sehingga para shahabat bebas keluar masuk kota Madinah adapun kaum Rawafidh mereka tidak perduli dengan bulan-bulan haram, mereka tetap membunuh dan melakukan embargo. adapun kesamaan mereka dalam menyekutukan Allah Ta’ala adalah diantaranya: Kaum musrikin arab menganggap berhala-berhala mereka sebagai sesembahan selain Allah sedangkan kaum Rawafidh menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai sesembahan selain Allah.
[2] Ketika giliran kami untuk berjaga-jaga maka datanglah beliau lalu kami memasangkan selimut di atas pohon supaya terik matahari tidak mengenai kami yang berada di bawah pohon, beliau menyarankan kepada kami untuk tidak melakukan itu karena khawatir selimutnya akan sobek dikarenakan pohon tersebut banyak durinya, kemudian kami menyatakan: Tidak mengapa, maka beliau menasehatkan kepada kami agar tetap tidak menggunakan selimut itu karena itu milik dakwah dan milik dakwah tentu sangat berat tanggung jawabnya, dan beliau berkata: “Hati-hatilah dari kepemilikan dakwah, karena dia bukan perkara remeh”. Beliau ketika datang di tempat jaga kami, beliau membawa beberapa butir peluru dan beliau menyuruh kami untuk menggunakannya sebagai latihan tembak-menembak karena Syaikh kami Yahya bin Ali –semoga Allah menjaganya- mengizinkan peluru tersebut untuk latihan, namun beberapa hari kemudian menjelang kematiannya beliau membeli lagi peluru untuk mengganti peluru yang telah digunakan tersebut, beliau –semoga Allah merahmatinya- sangat berhati-hati dengan milik dakwah. Begitu pula ketika beliau melihat kami membawa sebuah senjata dakwah maka beliau bertanya: Kenapa kamu membawa senjata itu? Bukankah senjata itu milik dakwah? Maka kami menjawab: Kami berani membawanya karena ini sudah diputuskan bahwa kami yang memegangnya dan kalau kami sudah tidak menginginkannya maka boleh bagi kami untuk menyerahkan kepada yang lain, dan kami membawa senjata tersebut ketika itu masih dalam peperangan dan guru kami Riyadh –semoga Allah merahmatinya- belum meninggal. Dan senjata tersebut terus kami pegang, setelah setahun lebih atau dua tahun senjata tersebut kami pegang dan kami rawat dengan perawatan yang baik, tiba-tiba muncul sebagian orang-orang Indonesia yang sok tahu menahu menuntut dan melakukan opini supaya senjata tersebut beralih kepada mereka. Maka cukuplah apa yang dinasehatkan oleh guru kami Riyadh –semoga Allah merahmatinya- sebagai pengingat bagi kami terhadap kepemilikan dakwah, karena yang namanya kepemilikan dakwah itu sering diributkan dan diperebutkan walaupun sebenarnya mereka mampu untuk membeli dan memperolehnya dari diri mereka sendiri –kami berlindung kepada Allah dari segala kejelakan dan fitnah-.