Rabu, 08 Agustus 2012

Panduan Belajar Ilmu Fiqih untuk Anak-Anak ((1))


Oleh : Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa


بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد

PENDAHULUAN

Anak Merupakan anugerah terindah yang Alloh karuniakan kepada setiap pasangan suami-istri yang dikehendaki-Nya. Ia laksana permata dalam kehidupan rumah tangga, tanpanya kehidupan suami-istri akan terasa hampa, tak ada senyum ceria, tiada pula gelak tawa bahagia. Tatkala anak telah hadir di tengah kehidupan keluarga, memberi corak dan warna di dalamnya, maka pada saat itulah beban amanah terpikul di kedua pundak orang tua. Anak adalah amanah Alloh yang harus senantiasa dijaga, kelak para orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Sebagaimana sabda Nabi SAW: 

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 “Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”(HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim)


Penjagaan orang tua terhadap anak yang dituntut oleh syari’at tidak hanya berkaitan dengan perkara sandang, pangan dan papan semata. Tidak hanya berkaitan dengan bagaimana pemenuhan asupan gizi yang dibutukan oleh anak, tidak pula hanya memperhatikan baik / buruknya tumbuh kembang si anak secara fisik, akan tetapi yang lebih urgent dari itu semua adalah bagai mana perhatian orang tua terhadap aspek pendidikan anak yang menyangkut perkara agama, akhlak dan budi pekertinya. Orang tua berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang benar kepada buah hatinya, berusaha semaksimal mungkin untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada anak sejak usia dini. Karena di tangan  kedua orang tualah baik dan buruknya agama seorang anak dipertaruhkan _bukan bermaksud menafikan factor lain yang dapat mempengaruhi agama seseorang, karena factor lingkungan dan teman duduk juga dapat memberikan warna bagi si anak. Hanya saja yang dimaksudkan adalah orang tua mempunyai peran yang sangat dominan dalam pembentukkan karakter dan agama seseorang_. Sebagaimana sabda Nabi Sholallohu Alaihi Wasalam: 

: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ:
مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

 “Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi. (HR. Bukhori dan Muslim)

Maka selayaknya bagi setiap orang tua untuk berusaha menanakan pemahaman agama kepada anak sejak dini, sehingga anak dapat mengenal siapa Tuhannya, mengetahui apa yang telah Alloh syari’atkan atas mereka baik berupa perintah maupun larangan, demikian juga dengan perkara-perkara agama yang lainnya.

Perkara yang penting yang patut diketahui oleh segenap orang tua adalah, bahwa kesempurnaan keindahan seorang anak tidaklah terletak pada baik dan bagusnya bentuk fisik mereka, akan tetapi keindahan itu akan semakin terpancar pada kebaikan agama dan akhlak mereka. Dan jika hilang dari sang anak  kebaikan agama dan akhlaknya, maka tidaklah kehadiran mereka di tengah keluarga kecuali hanya akan menambah petaka dan menjadi fitnah bagi kedua orang tuanya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إنما أموالكم وأولادكم فتنة

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu):…”(QS. At Taghobuun:15)

Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau dalam mendidik anak secara langsung.

Maka hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan tentang perkara tauhid dan aqidah yang benar sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafush sholih. Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan pokok landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Demikian juga dengan perkara ibadah, seorang anak harus difahamkan sejak dini bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya. Agar ibadah ritual itu bisa syah dan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka tidak boleh dilakukan dengan pendekatan improvisasi atau sekedar menduga-duga semata. Harus ada dasar dan dalil yang jelas dan kuat. Karena ibadah ritual itu tidak boleh dilakukan kecuali sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maka disinilah perlunya seorang anak untuk dibekali dengan ilmu fiqih_tentu dengan tidak mengesampingkan ilmu-ilmu agama yang lainnya, seperti aqidah, adab, akhlak dan lain sebagainya_, yang dimulai dari perkara yang sangat dasar sesuai dengan kadar pemahaman seorang anak.

Dan risalah yang ada di hadapan pembaca ini merupakan risalah ringkas yang berkaitan dengan ilmu fiqih dasar yang sudah selayaknya diketahui oleh anak-anak kaum muslimin. Penyusunan risalah ini bertujuan untuk memberikan panduan materi kepada orang tua / para pendidik dalam memberikan pengajaran ilmu fiqih dasar kepada anak-anak_bukan bermaksud membatasi, karena ilmu fiqih adalah ilmu yang sangat luas lagi bercabang_. Dan penyusun juga berharap, penyusunan buku ini dapat memberikan kontribusi positif dalam perkembangan dunia pendidikan anak baik di rumah maupun di ma’had-ma’had. Risalah ini disusun secara ringkas dan sederhana dengan tidak mengurangi substansi dari pokok-pokok materi yang disampaikan. Risalah ini juga disusun dengan bahasa yang lugas dan sangat komunikatif dengan maksud untuk lebih memudahkan anak dalam mencerna dan memahami pokok bahasan yang sedang dikaji sesuai dengan kadar kemampuan dan pemahaman anak.

Penyusun menyadari dengan sepenuh hati, bahwa penyusunan risalah ini _bukan sekedar mungkin, tapi sangat pasti_ jauh dari kesempurnaan dan diliputi dengan berbagai macam kekurangan di sana-sini. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati penyusun sangat mengharap tegur sapa, saran dan masukan yang membangun dari para pembaca agar penyusun dapat memperbaiki risalah ini dimasa yang akan datang.

Semoga torehan tinta ini ikhlash semata-mata mengharap wajah Alloh, dan semoga usaha yang teramat kecil ini dapat menjadi pemberat amalan bagi penyusun,  orang tua dan guru-guru penyusun kelak pada yaumul hisab. Amiin yaa mujibas saa-iliin.

Walahar, 18 Romadhon 1433 H
Penyusun
Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa


BAB I AIR

Anak-anakku _Rohimakumulloh_, pada BAB awal ini kalian akan diperkenalkan dengan suatu pembahasan yang penting dari pembahasan-pembahasan penting lainnya dalam Ilmu Fiqih,  yaitu pembahasan mengenai air.  Anak-anakku, pernahkah kalian melihat air? Tentu kalian pernah melihatnya, bukan? Air memang merupakan salah satu dzat yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Air merupakan kebutuhan pokok manusia, tanpa air manusia akan menjadi binasa. Air merupakan salah satu nikmat Alloh yang sangat berharga. Air yang telah Alloh turunkan dari atas langit biasa digunakan oleh manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya seperti; untuk mandi, mencuci, memasak, minum dan lain sebagainya. Dan ternyata airpun dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci / thoharoh. Alloh menurunkan air dari atas langit dalam keadaan suci lagi mensucikan. Alloh berfirman :

"... وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به..."
 “…Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu….”(Al Anfal 11)

Dan firman Alloh :
 
 "...وأنزلنا من السماء ماء طهورا

“…Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.”(Al Furqon : 48)

Anak-anakku, pada asalnya air yang Alloh turunkan dari atas langit adalah suci lagi mensucikan, kecuali apabila air tersebut telah bercampur dengan selainnya maka air tersebut bisa menjadi suci atau bahkan berubah menjadi najis.

Anak-anakku_Hafidzokumulloh_, ketahuilah bahwa air dapat dibagi menjadi 2 macam :

Macam yang pertama adalah Air yang suci lagi mensucikan, yaitu air yang suci secara dzatnya dan dapat mensucikan selainnya. Contoh air yang suci lagi mensucikan adalah air hujan, air laut, air sumur, air sungai, air danau, air telaga dan lain sebagainya.

Air yang suci lagi mensucikan dapat digunakan untuk menunaikan perkara ibadah, seperti untuk berwudhu’, mandi janabat dan untuk menghilangkan hadats dan najis. Selain itu air yang suci dapat pula digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti untuk mandi, minum, memasak dan lain sebagainya.

Macam yang kedua adalah air yang najis, yaitu setiap air yang berjumlah sedikit ataupun banyak kemudian jatuh ke dalamnya sesuatu yang najis, yang menyebabkan berubahnya salah satu sifat dari air tersebut, baik dari segi warna, bau atau rasanya. Dan hukum air ini adalah harom untuk digunakan dalam perkara ibadah. Dengan kata lain, air yang najis tidak sah digunakan untuk thoharoh / bersuci. akan tetapi air jenis kedua ini dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mengairi sawah atau semisalnya seperti untuk keperluan bangunan. 

Subhanalloh…. Lihatlah anak-anakku! betapa pemurahnya Robb kita. Tidaklah Dia menciptakan sesuatu kecuali bermanfaat bagi mahluk-Nya. Bahkan air yang najis sekalipun masih bisa mendatangkan manfaat bagi manusia didalam memenuhi hajat hidupnya.

Dan perlu pula kalian ketahui bahwa air yang najis dapat menjadi suci kembali apabila telah hilang darinya perubahan-perubahan yang pernah terjadi akibat masuknya benda najis ke dalam air tersebut, seperti perubahan rasa, warna dan bau. Apabila rasa, warna dan bau dari air tersebut telah hilang, baik secara alami maupun dengan menggunakan teknologi penyulingan maka air tersebut menjadi suci kembali sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan hadats-hadats dan kotoran-kotoran / najis, serta dengan air tersebut sah thoharohnya, demikian juga boleh bagi kita untuk meminumnya. Kecuali jika diketahui adanya bahaya-bahaya terhadap kesehatan yang ditimbulkan akibat penggunaannya air tersebut, maka meminumnya dilarang untuk penjagaan jiwa dan melindungi dari bahaya, bukan karena air itu najis.

Anak-anakku_Hafidzokumulloh_, mungkin akan timbul pertanyaan dalam benak kalian,”Lalu bagaimana halnya dengan teh, kopi, sirup, sprite, fanta, cocacola dan yang semisalnya? Bolehkah digunakan untuk thoharoh? Bukankah ia adalah air yang suci?”. Jawabnya adalah “Tidak boleh air semacam itu digunakan untuk bersuci / thoharoh”. Mengapa demikian? Karena air tersebut  tidak bisa dinamakan air lagi secara mutlak. Walaupun sama-sama benda cair, namun hakikatnya sudah tidak sama lagi dengan air (yang dimaklumi) dan tidak dianggap sebagai air lagi –baik secara syari’at ataupun adat-, sehingga tidak bisa dipakai untuk bersuci, oleh karena itu hukum thoharoh dengannya tidak berlaku lagi.

Anak-anakku, demikianlah pembahasan mengenai air telah dipaparkan dengan sangat sederhana, semoga kalian dapat memahaminya dengan baik, sebagai bekal dalam memahami pembahasan-pembahasan setelahnya. Jika kalian sudah dapat memahami pembahasan mengenai air, maka kita lanjutkan pada pembahasan berikutnya _InsyaAllohu Ta’ala_.

Bersambung, insyaAllohu ta'ala.