Oleh : Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa
بسم
الله الرحمن الرحيم
إِنَّ
الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد
PENDAHULUAN
Anak
Merupakan anugerah terindah yang Alloh karuniakan kepada setiap pasangan suami-istri
yang dikehendaki-Nya. Ia laksana permata dalam kehidupan rumah tangga, tanpanya
kehidupan suami-istri akan terasa hampa, tak ada senyum ceria, tiada pula gelak
tawa bahagia. Tatkala anak telah hadir di tengah kehidupan keluarga, memberi
corak dan warna di dalamnya, maka pada saat itulah beban amanah terpikul di
kedua pundak orang tua. Anak adalah amanah Alloh yang harus senantiasa dijaga,
kelak para orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Sebagaimana
sabda Nabi SAW:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap
di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”(HR.
Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim)
Penjagaan orang tua terhadap anak
yang dituntut oleh syari’at tidak hanya berkaitan dengan perkara sandang, pangan dan
papan semata. Tidak hanya berkaitan dengan bagaimana pemenuhan asupan gizi yang
dibutukan oleh anak, tidak pula hanya memperhatikan baik / buruknya tumbuh
kembang si anak secara fisik, akan tetapi yang lebih urgent dari itu semua
adalah bagai mana perhatian orang tua terhadap aspek pendidikan anak yang
menyangkut perkara agama, akhlak dan budi pekertinya. Orang tua berkewajiban
untuk memberikan pendidikan yang benar kepada buah hatinya, berusaha semaksimal
mungkin untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada anak sejak usia dini. Karena
di tangan kedua orang tualah baik dan
buruknya agama seorang anak dipertaruhkan _bukan bermaksud menafikan factor
lain yang dapat mempengaruhi agama seseorang, karena factor lingkungan dan
teman duduk juga dapat memberikan warna bagi si anak. Hanya saja yang
dimaksudkan adalah orang tua mempunyai peran yang sangat dominan dalam
pembentukkan karakter dan agama seseorang_. Sebagaimana sabda Nabi
Sholallohu Alaihi Wasalam:
: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ:
مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ يُوْلَدُ
عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ
“Hadis riwayat Abu
Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang
tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun
seorang Majusi. (HR. Bukhori
dan Muslim)
Maka selayaknya bagi setiap orang
tua untuk berusaha menanakan pemahaman agama kepada anak sejak dini, sehingga
anak dapat mengenal siapa Tuhannya, mengetahui apa yang telah Alloh syari’atkan
atas mereka baik berupa perintah maupun larangan, demikian juga dengan
perkara-perkara agama yang lainnya.
Perkara yang penting yang patut
diketahui oleh segenap orang tua adalah, bahwa kesempurnaan keindahan seorang
anak tidaklah terletak pada baik dan bagusnya bentuk fisik mereka, akan tetapi
keindahan itu akan semakin terpancar pada kebaikan agama dan akhlak mereka. Dan
jika hilang dari sang anak kebaikan
agama dan akhlaknya, maka tidaklah kehadiran mereka di tengah keluarga kecuali
hanya akan menambah petaka dan menjadi fitnah bagi kedua orang tuanya. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إنما أموالكم وأولادكم فتنة
“Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu):…”(QS. At Taghobuun:15)
Pendidikan anak adalah perkara yang
sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah
menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi
anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik
dari perintah maupun perbuatan beliau dalam mendidik anak secara langsung.
Maka hendaknya sejak kecil
putra-putri kita diajarkan tentang perkara tauhid dan aqidah yang benar sesuai
dengan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafush sholih. Suatu
hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan pokok landasan Islam.
Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di
dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam
kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab
neraka. Demikian juga dengan perkara ibadah, seorang anak harus difahamkan
sejak dini bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta
beragam ibadah lainnya. Agar ibadah ritual
itu bisa syah dan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka tidak boleh
dilakukan dengan pendekatan improvisasi atau sekedar menduga-duga semata. Harus
ada dasar dan dalil yang jelas dan kuat. Karena ibadah ritual itu tidak boleh
dilakukan kecuali sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maka
disinilah perlunya seorang anak untuk dibekali dengan ilmu fiqih_tentu dengan
tidak mengesampingkan ilmu-ilmu agama yang lainnya, seperti aqidah, adab,
akhlak dan lain sebagainya_, yang dimulai dari perkara yang sangat dasar sesuai
dengan kadar pemahaman seorang anak.
Dan risalah yang ada di hadapan pembaca ini merupakan risalah
ringkas yang berkaitan dengan ilmu fiqih dasar yang sudah selayaknya diketahui
oleh anak-anak kaum muslimin. Penyusunan risalah ini bertujuan untuk memberikan panduan materi kepada orang tua / para pendidik dalam memberikan pengajaran
ilmu fiqih dasar kepada anak-anak_bukan bermaksud membatasi, karena ilmu fiqih
adalah ilmu yang sangat luas lagi bercabang_. Dan penyusun juga berharap,
penyusunan buku ini dapat memberikan kontribusi positif dalam perkembangan dunia
pendidikan anak baik di rumah maupun di ma’had-ma’had. Risalah ini disusun
secara ringkas dan sederhana dengan tidak mengurangi substansi dari pokok-pokok
materi yang disampaikan. Risalah ini juga disusun dengan bahasa yang lugas dan
sangat komunikatif dengan maksud untuk lebih memudahkan anak dalam mencerna dan
memahami pokok bahasan yang sedang dikaji sesuai dengan kadar kemampuan dan
pemahaman anak.
Penyusun menyadari dengan sepenuh hati, bahwa penyusunan risalah
ini _bukan sekedar mungkin, tapi sangat pasti_ jauh dari kesempurnaan dan
diliputi dengan berbagai macam kekurangan di sana-sini. Oleh karena itu, dengan
segenap kerendahan hati penyusun sangat mengharap tegur sapa, saran dan masukan
yang membangun dari para pembaca agar penyusun dapat memperbaiki risalah ini
dimasa yang akan datang.
Semoga torehan tinta ini ikhlash semata-mata mengharap wajah
Alloh, dan semoga usaha yang teramat kecil ini dapat menjadi pemberat amalan bagi
penyusun, orang tua dan guru-guru
penyusun kelak pada yaumul hisab. Amiin yaa mujibas saa-iliin.
Walahar, 18 Romadhon 1433 H
Penyusun
Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa
BAB
I AIR
Anak-anakku
_Rohimakumulloh_, pada BAB awal ini kalian akan diperkenalkan dengan suatu
pembahasan yang penting dari pembahasan-pembahasan penting lainnya dalam Ilmu
Fiqih, yaitu pembahasan mengenai
air. Anak-anakku, pernahkah kalian
melihat air? Tentu kalian pernah melihatnya, bukan? Air memang merupakan salah
satu dzat yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Air merupakan kebutuhan
pokok manusia, tanpa air manusia akan menjadi binasa. Air merupakan salah satu
nikmat Alloh yang sangat berharga. Air yang telah Alloh turunkan dari atas
langit biasa digunakan oleh manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya
seperti; untuk mandi, mencuci, memasak, minum dan lain sebagainya. Dan ternyata
airpun dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci / thoharoh. Alloh menurunkan
air dari atas langit dalam keadaan suci lagi mensucikan. Alloh berfirman :
"... وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به..."
“…Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu….”(Al Anfal 11)
Dan firman Alloh :
"...وأنزلنا من السماء ماء طهورا
“…Dan
Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.”(Al Furqon : 48)
Anak-anakku,
pada asalnya air yang Alloh turunkan dari atas langit adalah suci lagi
mensucikan, kecuali apabila air tersebut telah bercampur dengan selainnya maka
air tersebut bisa menjadi suci atau bahkan berubah menjadi najis.
Anak-anakku_Hafidzokumulloh_,
ketahuilah bahwa air dapat dibagi menjadi 2 macam :
Macam yang pertama
adalah Air yang suci lagi mensucikan, yaitu air yang suci secara dzatnya dan
dapat mensucikan selainnya. Contoh air yang suci lagi mensucikan adalah air
hujan, air laut, air sumur, air sungai, air danau, air telaga dan lain
sebagainya.
Air
yang suci lagi mensucikan dapat digunakan untuk menunaikan perkara ibadah,
seperti untuk berwudhu’, mandi janabat dan untuk menghilangkan hadats dan najis.
Selain itu air yang suci dapat pula digunakan untuk keperluan sehari-hari
seperti untuk mandi, minum, memasak dan lain sebagainya.
Macam yang kedua adalah
air yang najis, yaitu setiap air yang berjumlah sedikit ataupun banyak kemudian
jatuh ke dalamnya sesuatu yang najis, yang menyebabkan berubahnya salah satu sifat dari air
tersebut, baik dari segi warna, bau atau rasanya. Dan hukum air
ini adalah harom untuk digunakan dalam perkara ibadah. Dengan kata lain, air
yang najis tidak sah digunakan untuk thoharoh / bersuci. akan tetapi air jenis
kedua ini dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mengairi sawah atau semisalnya
seperti untuk keperluan bangunan.
Subhanalloh….
Lihatlah anak-anakku! betapa pemurahnya Robb kita. Tidaklah Dia menciptakan
sesuatu kecuali bermanfaat bagi mahluk-Nya. Bahkan air yang najis sekalipun
masih bisa mendatangkan manfaat bagi manusia didalam memenuhi hajat hidupnya.
Dan
perlu pula kalian ketahui bahwa air yang najis dapat menjadi suci kembali
apabila telah hilang darinya perubahan-perubahan yang pernah terjadi akibat
masuknya benda najis ke dalam air tersebut, seperti perubahan rasa, warna dan
bau. Apabila rasa, warna dan bau dari air tersebut telah hilang, baik secara
alami maupun dengan menggunakan teknologi penyulingan maka air tersebut menjadi
suci kembali sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan hadats-hadats dan kotoran-kotoran / najis,
serta dengan air tersebut sah thoharohnya, demikian juga boleh bagi kita untuk
meminumnya. Kecuali jika diketahui adanya bahaya-bahaya terhadap kesehatan yang
ditimbulkan akibat penggunaannya air tersebut, maka meminumnya dilarang untuk
penjagaan jiwa dan melindungi dari bahaya, bukan karena air itu najis.
Anak-anakku_Hafidzokumulloh_,
mungkin akan timbul pertanyaan dalam benak kalian,”Lalu bagaimana halnya dengan
teh, kopi, sirup, sprite, fanta, cocacola dan yang semisalnya? Bolehkah
digunakan untuk thoharoh? Bukankah ia adalah air yang suci?”. Jawabnya adalah
“Tidak boleh air semacam itu digunakan untuk bersuci / thoharoh”. Mengapa
demikian? Karena air tersebut tidak bisa dinamakan air lagi secara mutlak.
Walaupun sama-sama benda cair, namun hakikatnya sudah tidak sama lagi dengan
air (yang dimaklumi) dan tidak dianggap sebagai air lagi –baik secara syari’at
ataupun adat-, sehingga tidak bisa dipakai untuk bersuci, oleh karena itu hukum
thoharoh dengannya tidak berlaku lagi.
Anak-anakku,
demikianlah pembahasan mengenai air telah dipaparkan dengan sangat sederhana,
semoga kalian dapat memahaminya dengan baik, sebagai bekal dalam memahami
pembahasan-pembahasan setelahnya. Jika kalian sudah dapat memahami pembahasan
mengenai air, maka kita lanjutkan pada pembahasan berikutnya _InsyaAllohu
Ta’ala_.
Bersambung, insyaAllohu ta'ala.