Sabtu, 18 Agustus 2012

Panduan Belajar Ilmu Fiqih untuk Anak-Anak ((2))

Oleh : Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa

BAB 2 THOHAROH

Anak-anakku _Baarokallohu fiikum_, pada BAB yang lalu kalian telah mempelajari tentang air, pembagian air serta hukum yang ditimbulkannya. Telah kalian ketahui bahwa salah satu fungsi air adalah untuk thoharoh, maka pada BAB 2 ini kita akan mempelajari tentang hal ikhwal yang berkaitan dengan thoharoh. Oleh karena itu simaklah pembahasan berikut ini dengan seksama! Serta berdo’alah agar Alloh memberi kalian tambahan ilmu.

Anak-anakku _Arsyadakumulloh_ ketahuilah oleh kalian, bahwasanya Islam adalah agama yang mencintai kebersihan dan kesucian, oleh karena itu Islam telah menjadikan wudhu’ sebagai syarat untuk sahnya sholat dan thowwaf di baitulloh. Islam juga telah mewajibkan kepada umatnya untuk mandi dari janabat, haidh dan nifas. Demikian juga Islam telah menjadikan mandi pada hari Jum’at dan dua hari raya (‘Idul Fitri dan ‘Idul Adhha) sebagai sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan), demikian juga kita diperintahkan untuk mensucikan badan, pakaian dan tempat ketika hendak mendirikan sholat. Demikianlah Islam menjadikan perkara kesucian ini sebagai bagian dari iman. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين

“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”(QS. Al Baqoroh:222)


A.      MAKNA THOHAROH

Thoharoh secara bahasa artinya membersihkan dan mensucikan dari kotoran. Adapun secara istilah thoharoh artinya mengangkat hadats dan menghilangkan najis.

B.       PEMBAGIAN THOHAROH

Thoharoh ini dibagi menjadi 2, yaitu:

1.        Bersuci dari hadats

Adapun yang dimaksud dengan hadats adalah apa-apa yang mencegah dari sahnya sebagian ibadah, dan hadats ini tidaklah terjadi kecuali pada badan. Dan hadats itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:

*      Hadats ashghor / kecil, yang menjadi sebabnya adalah batalnya wudhu’, seperti keluar angin / kentut, BAK, BAB, keluar madzi, keluar wadiy dan perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhu’ lainnya _akan datang penjelasannya insyaAlloh_. Maka bersuci dari hadats kecil dapat dilakukan dengan cara berwudhu’.

*      Hadats akbar / besar, yang menjadi sebabnya adalah junub, haidh atau nifas. Maka bersuci dari hadats besar dapat dilakukan dengan cara mandi.

Sedangkan tayamum dapat menggantikan wudhu’ dan mandi ketika tidak didapati air untuk wudhu’ / mandi, atau tidak mampu menggunakan air dengan sebab sakit atau yang lainnya.

2.         Bersuci dari najis

Anak-anakku _Zaadakumullohu ‘ilman naafi’a_, tahukah kalian, apa itu najis? Apakah setiap benda yang kotor dihukumi dengan najis? Anak-anakku perhatikanlah, bahwa benda yang kelihatan kotor belum tentu najis, begitu juga sebaliknya. Misalnya, pakaian yang terkena tanah atau debu akan menjadi kotor tetapi tidak najis sehingga sah jika digunakan dalam sholat, tetapi sebaiknya harus dibersihkan terlebih dahulu. Dalam keadaan lain pakaian yang terkena kencing walaupun tidak berbekas lagi hukumnya adalah terkena najis dan tidak sah bila digunakan untuk sholat. Jika demikian apakah najis itu?

Najis dalam pandangan syariat Islam yaitu benda yang kotor yang mencegah sahnya suatu ibadah yang menuntut seseorang dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf. Dalam Al-Qur’an perkataan najis disebut juga dengan “rijsun” seperti tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 90 :

يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.(QS. Al Maidah : 90)

Telah disinggung di muka bahwa tidak semua benda yang kotor dihukumi sebagai najis, lalu apa saja yang dapat dikategorikan sebagai najis? Simaklah dengan baik penjelasan berikut ini tentang macam-macam najis! Semoga Alloh memberimu pemahaman yang baik.

C.      MACAM-MACAM NAJIS

Anak-anakk_Hayyakumulloh_, ketahuilah bahwa najis itu bermacam-macam, maka hendaknya engkau mengetahui perkara ini agar dapat berhati-hati darinya. Karena hal ini berkaitan dengan ibadah kepada Alloh _Subhanahu wa Ta’ala_. Adapun najis itu meliputi:

1.         Kencing dan kotoran (tinja) manusia

Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيْهِ الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ

Jika salah seorang di antara kalian menginjak kotoran (al adza) dengan alas kakinya, maka tanahlah yang nanti akan menyucikannya.”(HR. Abu Daud)

Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu beliau berkata sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ وَلْيَنْظُرْ فِيْهَا فَإِنْ رَأَى خَبَثاً فَلْيَمْسَحْهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيْهَا

 “Apabila salah seorang dari kalian datang ke mesjid, maka hendaklah ia membalik sandalnya lalu melihatnya, bila ada kotoran maka hendaknya ia gosokkan ke bumi, lalu ia shalat memakai sandalnya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam memerintahkan supaya mensucikan sandal dari kotoran manusia ini dengan cara digosokkan di bumi menunjukkan bahwa kotoran manusia adalah najis dan salah satu cara mensucikannya adalah dengan menggosokkannya ke bumi sampai hilangnya najis itu. 

Sedangkan najisnya kencing manusia dapat dilihat pada hadits Anas,

أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِى الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « دَعُوهُ وَلاَ تُزْرِمُوهُ ». قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ.

“(Suatu saat) seorang Arab Badui kencing di masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan (kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram kencing tersebut.”(HR. Muslim)

2.        Madzi

Adapun yang dimaksud dengan madzi adalah cairan yang mirip dengan mani’, bedanya madzi lebih encer dan tidak pekat. Cara membersihkannya adalah dengan mencuci kemaluan.

Hukum madzi adalah najis sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan ketika madzi tersebut keluar. Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً، فَأَمَرْتُ رَجُلًا أَنْ يَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ، فَسَأَلَ، فَقَالَ: " تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ

 “Aku termausk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, Perintahkan dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.( HR. Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)

3.        Wadiy

Yang dimaksud dengan wadiy adalah cairan yang keluar setelah kencing atau saat mengejan setelah buang air besar.

4.        Darah haidh dan nifas

Dalil yang menunjukkan hal ini, dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata,

إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ

 Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ

 “Gosok dan keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.”(HR. Bukhori no. 330, 331 dan Muslim 110)

Perintah untuk menggosok dan mengerik darah haidh tersebut menunjukkan akan kenajisannya.

5.         Bangkai

Bangkai adalah hewan yang mati begitu saja tanpa melalui penyembelihan yang syar’i. Najisnya bangkai adalah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abdullah bin ‘Abbas,

إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ

Apabila kulit bangkai tersebut disamak, maka dia telah suci.”( HR. Muslim 105)

Dari hadits di atas difahami bahwa kulit hewan yang telah mati (bangkai) hewan itu najis, sehingga bila ingin disucikan harus disamak terlebih dahulu.

Dikecualikan dari bangkai ini adalah :

1.      Bangkai manusia, dengan keumuman sabda Nabi _Sholallohu ‘alahi wa salam_.

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ

“Sesungguhnya mu’min itu tidaklah najis”(HR. Bukhori no. 283 dan Muslim no. 371)

2.      Bangkai hewan laut, dengan dalil firman Alloh _Subhanahu wa Ta’ala_:

أحل لكم صيد البحر وطعامه

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu…”(QS. Al Maidah : 96)

Dalam hadits Rosululloh _Sholallohu ‘alahi wa salam_ bersabda:

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.(Ash Shohihah 1/480, Hadits Tirmidzi no. 64)

3.      Setiap hewan yang tidak memiliki darah

إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِى أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِى الآخَرِ دَاءً

Apabila seekor lalat jatuh di salah satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah lalat tersebut seluruhnya, kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat ini terdapat racun (penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.”(HR. Bukhori no. 3320)
 
6.         Air liur anjing

سَبْعًا فَلْيَغْسِلْهُ أَحَدِكُمْ إِنَاءِ فِيْ الْكَلْبُ شَرِبَ إِذَا

Apabila anjing minum dari bejana salah seorang dari kalian hendaklah ia mencuci bejana tadi sebanyak tujuh kali.” (HR. Al-Bukhari no. 172 dan Muslim no. 279)

Dalam riwayat Muslim ada tambahan:

Cucian yang pertama dicampur dengan tanah.”
 
Pencucian yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan najisnya air liur anjing

Nah anak-anakku, baru saja kita telah melampaui pembahasan tentang thoharohdan hal ikhwal yang berkaitan dengannya, sebuah pembahasan yang sangat penting untuk diketahui karena thoharoh berkaitan erat dengan ibadah kita kepada Alloh _Subhanahu wa Ta’ala_. Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mengetahui perkara-perkara penting dalam agamanya terkhusus pembahasan kita tentang najasaat agar tidak terjatuh dalam kekeliruan dan kesalahan yang dapar merusak ibadah kita kepada Alloh _Subhanahu wa Ta’ala_. 

Anak-anakku _Waffaqokumulloh_ jika kalian telah memahami pelajaran tentang thoharoh maka kita akan lanjutkan pada pembahasan selanjutnya dari ilmu fiqih. Semoga Alloh memberimu taufiq untuk dapat memahami pembahasan- pembahasan setelahnya.

Bersambung InsyaAllohu Ta'ala.