Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa
BAB 2 THOHAROH
Anak-anakku
_Baarokallohu fiikum_, pada BAB yang lalu kalian telah mempelajari tentang air,
pembagian air serta hukum yang ditimbulkannya. Telah
kalian ketahui bahwa salah satu fungsi air adalah untuk thoharoh, maka pada BAB
2 ini kita akan mempelajari tentang hal ikhwal yang berkaitan dengan thoharoh.
Oleh karena itu simaklah pembahasan berikut ini dengan seksama! Serta
berdo’alah agar Alloh memberi kalian tambahan ilmu.
Anak-anakku
_Arsyadakumulloh_ ketahuilah oleh kalian, bahwasanya Islam adalah agama yang mencintai
kebersihan dan kesucian, oleh karena itu Islam telah menjadikan wudhu’ sebagai
syarat untuk sahnya sholat dan thowwaf di baitulloh. Islam juga telah
mewajibkan kepada umatnya untuk mandi dari janabat, haidh dan nifas. Demikian
juga Islam telah menjadikan mandi pada hari Jum’at dan dua hari raya (‘Idul
Fitri dan ‘Idul Adhha) sebagai sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan),
demikian juga kita diperintahkan untuk mensucikan badan, pakaian dan tempat
ketika hendak mendirikan sholat. Demikianlah Islam menjadikan perkara kesucian
ini sebagai bagian dari iman. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إن
الله يحب التوابين ويحب المتطهرين
“…Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan
diri.”(QS. Al Baqoroh:222)
A. MAKNA THOHAROH
Thoharoh
secara bahasa artinya membersihkan dan mensucikan dari kotoran. Adapun secara
istilah thoharoh artinya mengangkat hadats dan menghilangkan najis.
B. PEMBAGIAN THOHAROH
Thoharoh
ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Bersuci
dari hadats
Adapun
yang dimaksud dengan hadats adalah apa-apa yang mencegah dari sahnya sebagian
ibadah, dan hadats ini tidaklah terjadi kecuali pada badan. Dan hadats itu
sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
Hadats ashghor / kecil, yang menjadi sebabnya
adalah batalnya wudhu’, seperti keluar angin / kentut, BAK, BAB, keluar madzi, keluar
wadiy dan perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhu’ lainnya _akan datang
penjelasannya insyaAlloh_. Maka bersuci dari hadats kecil dapat dilakukan
dengan cara berwudhu’.
Hadats akbar / besar, yang menjadi
sebabnya adalah junub, haidh atau nifas. Maka bersuci dari hadats besar dapat
dilakukan dengan cara mandi.
Sedangkan
tayamum dapat menggantikan wudhu’ dan mandi ketika tidak didapati air untuk
wudhu’ / mandi, atau tidak mampu menggunakan air dengan sebab sakit atau yang
lainnya.
2.
Bersuci
dari najis
Anak-anakku
_Zaadakumullohu ‘ilman naafi’a_, tahukah kalian, apa itu najis? Apakah setiap
benda yang kotor dihukumi dengan najis? Anak-anakku perhatikanlah,
bahwa benda yang kelihatan kotor belum tentu najis, begitu juga sebaliknya.
Misalnya, pakaian yang terkena tanah atau debu akan menjadi kotor tetapi tidak
najis sehingga sah jika digunakan dalam sholat, tetapi sebaiknya harus
dibersihkan terlebih dahulu. Dalam keadaan lain pakaian yang terkena kencing
walaupun tidak berbekas lagi hukumnya adalah terkena najis dan tidak sah bila
digunakan untuk sholat. Jika demikian apakah najis itu?
Najis dalam pandangan syariat Islam yaitu
benda yang kotor yang mencegah sahnya suatu ibadah yang menuntut seseorang
dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf. Dalam Al-Qur’an perkataan najis
disebut juga dengan “rijsun” seperti tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 90 :
يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر
والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.(QS.
Al Maidah : 90)
Telah
disinggung di muka bahwa tidak semua benda yang kotor dihukumi sebagai najis,
lalu apa saja yang dapat dikategorikan sebagai najis? Simaklah dengan baik penjelasan
berikut ini tentang macam-macam najis! Semoga Alloh memberimu pemahaman yang
baik.
C. MACAM-MACAM NAJIS
Anak-anakk_Hayyakumulloh_,
ketahuilah bahwa najis itu bermacam-macam, maka hendaknya engkau mengetahui perkara
ini agar dapat berhati-hati darinya. Karena hal ini berkaitan dengan ibadah
kepada Alloh _Subhanahu wa Ta’ala_. Adapun najis itu meliputi:
1.
Kencing dan kotoran (tinja) manusia
Dalilnya adalah hadits
Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيْهِ
الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ
“Jika salah seorang di
antara kalian menginjak kotoran (al adza) dengan alas kakinya, maka tanahlah
yang nanti akan menyucikannya.”(HR.
Abu Daud)
Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu
‘anhu beliau berkata sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi
wa sallam bersabda :
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ وَلْيَنْظُرْ فِيْهَا فَإِنْ رَأَى خَبَثاً فَلْيَمْسَحْهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيْهَا
“Apabila salah seorang dari kalian datang ke
mesjid, maka hendaklah ia membalik sandalnya lalu melihatnya, bila ada kotoran
maka hendaknya ia gosokkan ke bumi, lalu ia shalat memakai
sandalnya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Nabi shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam memerintahkan supaya mensucikan sandal dari kotoran
manusia ini dengan cara digosokkan di bumi menunjukkan bahwa kotoran manusia
adalah najis dan salah satu cara mensucikannya adalah dengan menggosokkannya ke
bumi sampai hilangnya najis itu.
Sedangkan najisnya
kencing manusia dapat dilihat pada hadits Anas,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِى الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ
الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « دَعُوهُ وَلاَ
تُزْرِمُوهُ ». قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ
عَلَيْهِ.
“(Suatu saat) seorang Arab
Badui kencing di masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan
(kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram
kencing tersebut.”(HR. Muslim)
2.
Madzi
Adapun
yang dimaksud dengan madzi adalah cairan yang mirip dengan mani’, bedanya madzi
lebih encer dan tidak pekat. Cara membersihkannya adalah dengan mencuci
kemaluan.
Hukum
madzi adalah najis sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan
ketika madzi tersebut keluar. Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu
‘anhu berkata,
كُنْتُ
رَجُلًا مَذَّاءً، فَأَمَرْتُ رَجُلًا أَنْ يَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ، فَسَأَلَ، فَقَالَ: " تَوَضَّأْ
وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ
“Aku
termausk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun
memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Lantas beliau
memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.( HR. Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)
3.
Wadiy
Yang
dimaksud dengan wadiy adalah cairan yang keluar setelah kencing atau saat
mengejan setelah buang air besar.
4.
Darah haidh dan nifas
Dalil
yang menunjukkan hal ini, dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang
wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
berkata,
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ
الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ
“Di antara kami ada yang bajunya
terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ
ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ
“Gosok dan keriklah pakaian tersebut
dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.”(HR. Bukhori
no. 330, 331 dan Muslim 110)
Perintah
untuk menggosok dan mengerik darah haidh tersebut menunjukkan akan
kenajisannya.
5.
Bangkai
Bangkai
adalah hewan yang mati begitu saja tanpa melalui penyembelihan yang syar’i.
Najisnya bangkai adalah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari Abdullah bin ‘Abbas,
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila
kulit bangkai tersebut disamak, maka dia telah suci.”( HR. Muslim 105)
Dari
hadits di atas difahami bahwa kulit hewan yang telah mati (bangkai) hewan itu
najis, sehingga bila ingin disucikan harus disamak terlebih dahulu.
Dikecualikan dari bangkai ini
adalah :
1. Bangkai
manusia, dengan keumuman sabda Nabi _Sholallohu ‘alahi wa salam_.
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
“Sesungguhnya mu’min itu tidaklah najis”(HR. Bukhori no. 283 dan Muslim
no. 371)
2. Bangkai
hewan laut, dengan dalil firman Alloh _Subhanahu wa Ta’ala_:
أحل لكم صيد البحر
وطعامه
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari
laut sebagai makanan yang lezat bagimu…”(QS. Al Maidah : 96)
Dalam hadits Rosululloh
_Sholallohu ‘alahi wa salam_ bersabda:
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.(Ash Shohihah 1/480, Hadits
Tirmidzi no. 64)
3. Setiap
hewan yang tidak memiliki darah
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ
، ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِى أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِى الآخَرِ
دَاءً
“Apabila seekor lalat
jatuh di salah satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah lalat tersebut
seluruhnya, kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat ini terdapat
racun (penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.”(HR. Bukhori no. 3320)
6.
Air liur anjing
سَبْعًا فَلْيَغْسِلْهُ أَحَدِكُمْ إِنَاءِ فِيْ الْكَلْبُ شَرِبَ إِذَا
“Apabila anjing minum dari bejana salah seorang dari
kalian hendaklah ia mencuci bejana tadi sebanyak tujuh kali.” (HR. Al-Bukhari
no. 172 dan Muslim no. 279)
Dalam riwayat Muslim ada tambahan:
“Cucian yang pertama dicampur dengan tanah.”
Pencucian yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan najisnya air
liur anjing
Nah
anak-anakku, baru saja kita telah melampaui pembahasan tentang thoharohdan hal
ikhwal yang berkaitan dengannya, sebuah pembahasan yang sangat penting untuk
diketahui karena thoharoh berkaitan erat dengan ibadah kita kepada Alloh _Subhanahu
wa Ta’ala_. Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mengetahui
perkara-perkara penting dalam agamanya terkhusus pembahasan kita tentang
najasaat agar tidak terjatuh dalam kekeliruan dan kesalahan yang dapar merusak
ibadah kita kepada Alloh _Subhanahu wa Ta’ala_.
Anak-anakku
_Waffaqokumulloh_ jika kalian telah memahami pelajaran tentang thoharoh maka
kita akan lanjutkan pada pembahasan selanjutnya dari ilmu fiqih. Semoga Alloh
memberimu taufiq untuk dapat memahami pembahasan- pembahasan setelahnya.
Bersambung InsyaAllohu Ta'ala.