Senin, 20 Agustus 2012

Panduan Belajar Ilmu Fiqih untuk Anak-Anak ((3))


Oleh : Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa

BAB 3 ADAB-ADAB DAN TATACARA BUANG HAJAT

Anak-anakku _Baarokallohu fiikum_, ketahuilah oleh  kalian bahwa syari’at Islam itu telah sempurna _walillahilhamd_. Syari’at Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam perkara ibadah, muamalah, adab, akhlak dan selainnya. Maka tidak ada suatu perkara yang bermanfaat bagi manusia kecuali Islam telah menjelaskan dan memberikan hasungan di dalamnya. Demikian pula sebaliknya, tidak ada suatu perkara yang dapat membahayakan manusia kecuali Islam telah menjelaskan dan memperingatkan darinya. Dan syari’at Islam telah memberikan penjelasan dan bimbingan yang sempurna kepada umatnya tentang adab-adab dan tatacara buang hajat.

A.    TATACARA BUANG HAJAT

Anak-anakku, sebagai manusia yang normal / sehat tentu kita tidak terlepas dari aktivitas buang hajat, seperti BAB (Buang Air Besar) atau BAK (Buang Air Kecil). Kenapa demikian? Karena sisa-sisa makanan dan minuman  dalam tubuh kita harus dikeluarkan baik melalui qubul (BAK) maupun dubur (BAB). Jika tidak, maka akan mengendap menjadi penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Oleh karena itu wajib atas kita untuk mengetahui tatacara dan adab-adab buang hajat sebagaimana yang diajarkan oleh syari’at Islam. 

Setiap kali kita selesai dari buang hajat maka kita diwajibkan untuk membersihkan qubul atau dubur dari sisa-sisa kencing (urine) atau tinja (kotoran) dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan, atau bisa juga membersihkan sisa-sisa kotoran dengan menggunakan batu, atau apa-apa yang dapat menggantikan batu seperti daun, potongan kain (kain perca), kayu dan selainnya kecuali tulang sampai benar-benar bersih. 

Membersihkan qubul atau dubur dari sisa-sisa kencing (urine) atau tinja (kotoran) dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan disebut istinja. Sedangkan membersihkan qubul atau dubur dari sisa-sisa kencing (urine) atau tinja (kotoran) dengan menggunakan batu, atau apa-apa yang dapat menggantikan batu seperti daun, potongan kain (kain perca) atau kayu disebut istijmar.

Maka perhatikanlah perbedaan keduanya!. Semoga Alloh memberimu pemahaman yang baik.

B.     ADAB-ADAB BUANG HAJAT

Anak-anakku _Waffaqokumullohu_, perhatikanlah dengan baik pembahasan berikut ini!.
Termasuk dari adab-adab buang hajat yang harus kalian ketahui dan amalkan adalah ;

1. Membaca do’a ketika hendak masuk WC, dengan membaca :

Allaahumma Innii A'udzu Bika Minal Khubutsi wal Khabaaitsi

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik radliyallah 'anhu, beliau berkata:

: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila masuk ke kamar kecil berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan.” (Muttafaq 'alaih)

2.  Mendahulukan kaki kiri ketika hendak masuk WC, dan mendahulukan kaki kanan ketika keluar dari WC.
3.   Tidak berbicara ketika buang hajat kecuali dalam keadaan terpaksa.
4.   Tidak buang hajat di air yang tidak mengalir.
5. Tidak buang hajat di lubang yang biasa digali oleh binatang sebagai tempat persembunyiannya.
6.  Tidak buang hajat di tempat yang biasa dilewati manusia atau di tempat mereka bernaung.
7.  Menutup diri dan menjauh dari pandangan manusia.
8.  Tidak memasukkan ke WC sesuatu yang ada padanya dzikrulloh.
9.  Tidak boleh menghadap kiblat atau membelakanginya apabila buang hajat di padang pasir atau tempat-tempat terbuka, dan diperbolehkan yang demikian itu apabila buang hajat di dalam bangunan seperti di dalam WC / toilet.
10.Tidak boleh membersihkan qubul atau dubur dari sisa-sisa kencing (urine) atau tinja (kotoran) dengan menggunakan tangan kanan.
11.Tidak boleh beristinja dengan menggunakan kotoran hewan, makanan atau sesuatu yang harom.
12.Tidak boleh beristijmar kurang dari tiga batu, dan apabila 3 batu tersebut belum bisa membersihkan dari najis maka boleh bagi kita untuk menambahkannya menjadi 5 atau 7 batu.
13.Tidak boleh beristijmar dengan menggunakan tulang. 

Anak-anakku, jika kalian telah memahami pembahasan ini, maka hendaknya kalian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar ilmu yang telah kalian dapatkan tidak lekas sirna. Baarokallohu fiikum.

Bersambung InsyaAllohu Ta'ala