disertai pengenalan kaidah: Jalbul Masholih wa Dar’ul Mafasid
(Pendatangan maslahat-maslahat dan penolakan mudarat-mudarat)
Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Andalasy Al-Minangkabawy
-Semoga Alloh mengampuni dosa dan kesalahannya-
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين، والصلاة والسلام على سيد المرسلين، وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد
Sebagaimana dimaklumi bersama, vaksinasi
adalah proses penanaman bibit penyakit -yang sudah dilemahkan- ke dalam
tubuh manusia atau binatang, agar tubuh bisa beradaptasi dan membentuk
antibody yang akhirnya diharapkantubuh orang atau binatang tersebut
menjadi kebal terhadapjenis penyakit tersebut. Adapun imunisasi adalah
proses pengebalan tubuh dimana vaksinasi adalah salah satu metodenya.
Terkait dengan masalah ini, mungkin
diantara kita menemukan sebagian orang yang berpendapat bahwa metode ini
merupakan perbuatan terlarang, ada yang beralasan karena meniadakan
rasa tawakkal, dan ada yang mengatakan bahwa perbuatan ini bentuk
penjerumusan diri kepada kebinasaan melihat dampak-dampak jelek yang
disinyalir akibat praktek vaksinasi.
PENCEGAHAN MERUPAKAN LANGKAH PENGOBATAN
Tindakan pencegahan atas penyakit yang dikhawatirkan bisa menimpa termasuk upaya pengobatan yang disyari’atkan. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من تصبح بسبع تمرات عجوة، لم يضره ذلك اليوم سم، ولا سحر
“Barangsiapa yang sarapan dengan tujuh butir kurma ‘ajwah
(sejenis kurma Madinah), maka racun tidak akan membahayakannya pada
hari itu, tidak juga sihir”. (HR Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu)
Dengan dalil inilah Syaikh Ibnu Baaz Rahimahulloh menyatakan
bolehnya imunisasi. Pendapat ini juga dikuatkan ulama yang lain seperti
Syaikh ‘Abdurrozzaq ‘Afifi dan ‘Abdulloh bin Ghudayyan. [Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 6/21, Fatawa Lajnah Ad-Da-imah, gel 2: 1/280]
Pengobatan maupun pencegahan tidaklah meniadakan tawakkal selama dia tidak bersandar sepenuhnya pada perkara yang ditempuhnya tersebut.[1]
Guru kami, Syaikh Yahya Al-Hajury Hafizhohulloh mengatakan: “Saya tidak mengingkari orang yang melakukan imunisasi apabila dia bertawakkal
kepada Alloh. Perbuatan ini tidak bertentangan dengan bentuk tawakkal
yang benar.Al-‘Allamah Ibnu Baaz telah berfatwa bahwasanya perkara ini
tidak bertentangan dengan tawakkal. Diantara dalil (bolehnya) perkara
tersebut adalah sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
من تصبح بسبع تمرات عجوة، لم يضره ذلك اليوم سم، ولا سحر
“Barangsiapa yang sarapan dengan tujuh butir kurma ‘ajwah (sejenis kurma Madinah), maka racun tidak akan membahayakannya pada hari itu, tidak juga sihir”.
Ini adalah bentuk pencegahan sebelum
datangnya penyakit dan merupakan pendalilan yang bagus.Atas dasar ini,
maka barangsiapa yang melakukan imunisasi maka tidak mengapa, dan
barangsiapa yang tidak melakukannya tidaklah diingkari.