Jumat, 23 November 2012

Cita-Cita Dibalik Sebatang Rokok


Oleh Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnatu Kaswita
_Saddadahallohu wa Ghofaro Dzambahaa_


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاةوالسلام على رسول لله وعلى آله ومن والاه أما بعد

Hukum merokok bagi orang-orang yang sudah Alloh beri hidayah memang sudah tidak asing lagi _Akan datang penjelasannya InsyaAlloh_. Ringan pula hatinya untuk meninggalkan rokok yang tidak membawa kemanfaatan sedikitpun, bahkan sebaliknya hanya akan mendatangkan berbagai kemadhorotan bagi kesehatan. Akan tetapi untuk menyadarkan orang awam dari kebiasaan merokok bukanlah perkara yang ringan, butuh proses dan perjuangan. Apalagi jika sudah menjadi pecandu rokok, maka sulit baginya untuk bisa lepas dari rokok. Peringatan tentang haromnya rokok dan bahaya rokok bgi kesehatan, seolah hanya angin lalu yang tak berarti, yang berhembus ke telinga kanan dan tak membekas di telinga kiri. Demikian pula yang terjadi pada seorang kakek yang menjadi actor dalam qishshoh yang akan penulis uraikan berikut ini.


Alkisah di sebuah desa kecil, hiduplah seorang kakek paruh baya, yang merupakan pecandu rokok kelas berat. Hampir setiap waktunya tak pernah lepas dari aktivitas merokok. Bahkan dalam seharinya, sang kakek bisa menghabiskan berbungkus-bungkus rokok. Bisa dibayangkan, berapa uang yang terbakar sia-sia hanya untuk sebatang rokok. Peringatan tentang bahaya rokok bagi kesehatan tak sedikitpun membekas dalam hatinya, begitupun peringatan tentang haromnya rokok tak pula menyadarkannya dari kebiasaan merokok. Usaha untuk lepas dari candu rokok memang pernah ia lakukan berkali-kali, namum selalu gagal dan hanya bertahan beberapa hari saja, setelah itu rokok tetap menjadi idola.

Akan tetapi hati-hati manusia berada dalam genggaman jari-jemari Ar Rohman, Dialah yang membolak-balikkan hati manusia sekehendak-Nya. Jika Dia menghendakki sesuatu pada mahkuk-Nya maka cukup bagi-Nya untuk mengatakan “Kun”. Alloh sesatkan orang-orang yang Dia kehendaki dan Alloh beri petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Demikianlah, nampaknya Alloh menghendaki kebaikan pada diri sang kakek. Siapa nyana, sang kakek yang merupakan pecandu rokok kelas berat pada akhirnya bisa menghentikan kebiasaan merokoknya, bahkan berbalik menjadi orang yang sangat membenci rokok dan perokok. Apatah gerangan yang menjadi penyebab sang kakek berazzam untuk meninggalkan rokok selama-lamanya?

Berawal dari sebuah keinginan yang kuat dimana sang kakek bercita-cita ingin menunaikan ibadah haji ke Baitillahil harom. Sebuah cita-cita yang teramat mulia, namun bukan pula cita-cita yang mudah untuk digapai, apalagi bagi seorang kakek yang hidup dalam kesederhanaan. Sang kakekpun menyadari bahwa untuk bisa menunaikan ibadah haji ke baitillahil harom diperlukan uang yang cukup banyak, sedangkan ia tak memilkiki harta kecuali sedikit saja. Maka iapun memutar otak dan akhirnya menemukan solusinya. Ia harus meninggalkan kebiasaan merokok dan mengalih fungsikan anggaran rokonya untuk dia tabung sebagai bekal memunaikan ibadah haji. Mulailah sang kakek menabungkan uang rokoknya (uang yang biasa ia anggarkan untuk membeli rokok), begitu semangat dan rajinnya ia menabung. Tahun demi tahunpun berlalu, namun uang rokok yang ia tabung belum pula mencukupi untuk bisa berangkat haji,  iapun tetap bersabar. Ia bertekad untuk menabung dan terus menabung, ia yakin bahwa suatu saat nanti uangpun akan terkumpul dan iapun dapat berangkat ke tanah suci. Sampai akhirnya, setelah berjalan selama kurang lebih 15 tahun, uang rokokpun terkumpul dan mencukupi sebagai biaya untuk menunaikan ibadah haji. Dengan hati riang sang kakek mendaftarkan diri sebagai calon jemaah haji. Pada tahun yang ditentukan, iapun mendapat panggilan sebagai calon jemaah haji dari Departenen Agama. Kegembiraanpun tumpah ruah memenuhi relung hatinya, bayangan bahwa ia akan dapat menginjakan kaki di tanah harompun kian menari-nari dikelopak matanya. Dengan semangat iapun mengikuti manasik haji, buku petunjuk ibadah haji ia pelajari baik di siang maupun di malam hari. Ia mulai mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menyambut keberangkatannya kelak ke tanah suci. Namun begitu ada gurat-gurat kesedihan dalam hatinya. Ia menyadari bahwa untuk bisa menunaikan ibadah haji tidak hanya butuh biaya yang besar namun juga fisik yang sehat. Adapun kini ia telah menjadi seorang kakek yang tua renta, 70 tahun sudah usianya kini. Pesimistispun mulai bersarang dalam hatinya. Akan tetapi ia bukanlah orang yang pantang menyerah, semangat dan optimismepun mulai ia kobarkan kembali, banyak berdo’a kemudian bertawakkal kepada Alloh semata.

Memang, manusia hanya bisa berencana, dan di Tangan-Nyalah tergenggam seluruh takdir mahkuk-Nya. Tak disangka-sangka, disaat-saat sang kakek sedang mempersiapakn keberangkatanya, Allohpun berkehendak untuk memanggil hamba-Nya kembali keharibaan-Nya. Sang kakekpun wafat sebulan sebelum keberangkatannya ke tanah suci karena sakit muntaber dan komplikasi jantung koroner.

Innalillahi wa innailaihi rooji’un…. Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, dan milik Allahlah  apa yang Dia berikan, segalanya sudah ditentukan di sisi Allah. Semoga Alloh mengampuni dosa –dosa sang kakek dan semoga pahala haji tetap bisa dituai sang kakek di alam barzakh sana. Amiin yaa mujibas saailiin.

Ibroh atau pelajaran yang dapat kita petik dari qishshoh di atas :

1.  Hidayah itu berada di tangan Alloh. Alloh sesatkan orang-orang yang Dia kehendaki dan Alloh beri petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki.
2. Hati-hati manusia berada dalam genggaman jari-jemari Ar Rohman. Dialah yang membolak balikkan hati manusia sekehendaknya.
3. Bercita-citalah dengan cita-cita yang mulia, karena cita-cita yang mulia akan menuntun langkah pemiliknya untuk menyusuri jalan-jalan kemuliaan.
4.   Cita-cita tidak akan bisa digapai hanya dengan berpangku tangan, akan tetapi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan untuk menggapainya.
5.  Skala prioritas dalam mengatur keuangan. Dalam artian harus mendahulukan perkara yang lebih urgent dari pada perkara yang tidak penting lainnya.
6.  Manusia hanya bisa bercita-cita dan berencana, Alloh jualah yang akan menentukannya. Maka biasakanlah untuk mengucapkan “InsyaAlloh” terhadap perkara yang belum terjadi atau yang baru kita rencanakan, karena kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi besok lusa.
7. Apa yang ditetapkan luput dari manusia tidaklah akan menimpanya dan apa yang  ditetapkan akan menimpa manusia tidak akan luput darinya. Sebagai mana hadits yang panjang, Rosulullohu _Sholallohu ‘alaihi wa salam_ bersabda:

وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ
 “….Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidaklah akan menimpamu dan apa yang  ditetapkan akan menimpamu tidak akan luput darimu….”
8.  Amal perbuatan seseorang dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
9.   Alloh akan tetap memberikan pahala pada orang yang meniatkan sebuah kebaikan meskipun belum sempat melaksanakannya. Sebagaimana sabda Nabi_Sholallohu ‘alaihi wa salam_:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ : فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَةَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ  ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً “[رواه البخاري ومسلم في صحيحهما بهذه الحروف]
“Dari Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam sebagaimana dia riwayatkan dari Rabbnya Yang Maha Suci dan Maha Tinggi : Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut : Siapa yang ingin melaksanakan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya sebagai satu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat melakukannya dan kemudian melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan jika dia berniat melaksanakan keburukan kemudian dia tidak melaksanakannya maka baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat kemudian dia melaksanakannya Allah mencatatnya sebagai satu keburukan.” (Riwayat Bukhori dan Muslim dalam kedua shahihnya dengan redaksi ini).
10. Apabila kita berazzam untuk melaksanakan sesuatu maka berusaha, berdo’a dan bertawakkalah kepada Alloh. Alloh _Subhanahu wa ta’ala_berfirman :
11. Bagi saudaraku kaum muslimin yang didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalakannya sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah serta megharap pahalaNya dan menghindari siksaanNya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkannya tersebut.

Selesai ditulis di Walahar, 8 Muharrom 1434H / November 2012M

Oleh Ummu Abdirrohman NajiyahIbnatu Kaswita
_Saddadahallohu wa Ghofaro Dzambahaa_


HUKUM MEROKOK MENURUT SYARIAT


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum merokok menurut syari’at, berikut dalil-dalil yang mengharamkannya?


Jawaban
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah serta i’tibar (logika) yang benar.


Dalil dari Al-Qur’an adalah firmanNya

وأنفقوا في سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة وأحسنوا إن الله يحب المحسنين

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Baqarah : 195]


Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu.


Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.


Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan.


Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.


“Artinya : Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak oleh membahayakan (orang lain)” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam 2340
]

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.


Adapun dalil dari i’tibar (logika) yang benar, yang menunjukkan keharaman merokok adalah karena (dengan perbuatannya itu) si perokok mencampakkan dirinya sendiri ke dalam hal yang menimbulkan hal yang berbahaya, rasa cemas dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentunya tidak rela hal itu terjadi terhadap dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisi dan demikian sesak dada si perokok, bila dirinya tidak menghisapnya. Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu meghalangi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang yang shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul di hadapan mereka. Karenanya, anda akan melihat dirinya demikian tidak karuan bila duduk-duduk bersama mereka dan berinteraksi dengan mereka.


Semua i’tibar tersebut menunjukkan bahwa merokok adalah diharamkan hukumnya. Karena itu, nasehat saya buat saudaraku kaum muslimin yang didera oleh kebiasaan menghisapnya agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalakannya sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah serta megharap pahalaNya dan menghindari siksaanNya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkannya tersebut.


Jika ada orang yang berkilah, “Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam Kitabullah ataupun Sunnah RasulNya perihal haramnya merokok itu sendiri”.


Jawaban atas statemen ini, bahwa nash-nash Kitabullah dan As-Sunnah terdiri dari dua jenis.


[1]. Satu jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah di mana mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga Hari Kiamat.


[2]. Satu jenis lagi yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada sesuatu itu sendiri secara langsung.


Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Al-Qur’an dan dua buah hadits yang telah kami singgung di atas yang menujukkan secara umum keharaman merokok sekalipun tidak secara langsung diarahkan kepadanya.


Sedangkan untuk contoh jenis kedua adalah firmanNya

حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير الله به

“Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” [Al-Maidah : 3]


Dan firmanNya

يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesunguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu” [Al-Ma’idah : 90]


Jadi, baik nash-nash tersebut termasuk ke dalam jenis pertama atau jenis kedua, maka ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pendalilan mengindikasikan hal itu.