بسم
الله الرحمن الرحيم
الحمد
لله والصلاةوالسلام على رسول لله وعلى آله ومن والاه أما بعد
Hukum
merokok bagi orang-orang yang sudah Alloh beri hidayah memang sudah tidak asing
lagi _Akan datang penjelasannya InsyaAlloh_. Ringan pula hatinya untuk
meninggalkan rokok yang tidak membawa kemanfaatan sedikitpun, bahkan sebaliknya
hanya akan mendatangkan berbagai kemadhorotan bagi kesehatan. Akan tetapi untuk
menyadarkan orang awam dari kebiasaan merokok bukanlah perkara yang ringan,
butuh proses dan perjuangan. Apalagi jika sudah menjadi pecandu rokok, maka
sulit baginya untuk bisa lepas dari rokok. Peringatan tentang haromnya rokok
dan bahaya rokok bgi kesehatan, seolah hanya angin lalu yang tak berarti, yang
berhembus ke telinga kanan dan tak membekas di telinga kiri. Demikian pula yang
terjadi pada seorang kakek yang menjadi actor dalam qishshoh yang akan penulis
uraikan berikut ini.
Alkisah
di sebuah desa kecil, hiduplah seorang kakek paruh baya, yang merupakan pecandu
rokok kelas berat. Hampir setiap waktunya tak pernah lepas dari aktivitas
merokok. Bahkan dalam seharinya, sang kakek bisa menghabiskan
berbungkus-bungkus rokok. Bisa dibayangkan, berapa uang yang terbakar sia-sia
hanya untuk sebatang rokok. Peringatan tentang bahaya rokok bagi kesehatan tak
sedikitpun membekas dalam hatinya, begitupun peringatan tentang haromnya rokok tak
pula menyadarkannya dari kebiasaan merokok. Usaha untuk lepas dari candu rokok
memang pernah ia lakukan berkali-kali, namum selalu gagal dan hanya bertahan
beberapa hari saja, setelah itu rokok tetap menjadi idola.
Akan
tetapi hati-hati manusia berada dalam genggaman jari-jemari Ar Rohman, Dialah
yang membolak-balikkan hati manusia sekehendak-Nya. Jika Dia menghendakki
sesuatu pada mahkuk-Nya maka cukup bagi-Nya untuk mengatakan “Kun”. Alloh
sesatkan orang-orang yang Dia kehendaki dan Alloh beri petunjuk kepada
orang-orang yang Dia kehendaki. Demikianlah, nampaknya Alloh menghendaki
kebaikan pada diri sang kakek. Siapa nyana, sang kakek yang merupakan pecandu
rokok kelas berat pada akhirnya bisa menghentikan kebiasaan merokoknya, bahkan
berbalik menjadi orang yang sangat membenci rokok dan perokok. Apatah gerangan
yang menjadi penyebab sang kakek berazzam untuk meninggalkan rokok
selama-lamanya?
Berawal
dari sebuah keinginan yang kuat dimana sang kakek bercita-cita ingin menunaikan
ibadah haji ke Baitillahil harom. Sebuah cita-cita yang teramat mulia, namun
bukan pula cita-cita yang mudah untuk digapai, apalagi bagi seorang kakek yang
hidup dalam kesederhanaan. Sang kakekpun menyadari bahwa untuk bisa menunaikan
ibadah haji ke baitillahil harom diperlukan uang yang cukup banyak, sedangkan
ia tak memilkiki harta kecuali sedikit saja. Maka iapun memutar otak dan akhirnya
menemukan solusinya. Ia harus meninggalkan kebiasaan merokok dan mengalih
fungsikan anggaran rokonya untuk dia tabung sebagai bekal memunaikan ibadah
haji. Mulailah sang kakek menabungkan uang rokoknya (uang yang biasa ia
anggarkan untuk membeli rokok), begitu semangat dan rajinnya ia menabung. Tahun
demi tahunpun berlalu, namun uang rokok yang ia tabung belum pula mencukupi
untuk bisa berangkat haji, iapun tetap
bersabar. Ia bertekad untuk menabung dan terus menabung, ia yakin bahwa suatu
saat nanti uangpun akan terkumpul dan iapun dapat berangkat ke tanah suci.
Sampai akhirnya, setelah berjalan selama kurang lebih 15 tahun, uang rokokpun
terkumpul dan mencukupi sebagai biaya untuk menunaikan ibadah haji. Dengan hati
riang sang kakek mendaftarkan diri sebagai calon jemaah haji. Pada tahun yang
ditentukan, iapun mendapat panggilan sebagai calon jemaah haji dari Departenen
Agama. Kegembiraanpun tumpah ruah memenuhi relung hatinya, bayangan bahwa ia
akan dapat menginjakan kaki di tanah harompun kian menari-nari dikelopak
matanya. Dengan semangat iapun mengikuti manasik haji, buku petunjuk ibadah
haji ia pelajari baik di siang maupun di malam hari. Ia mulai mempersiapkan
segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menyambut keberangkatannya kelak ke tanah
suci. Namun begitu ada gurat-gurat kesedihan dalam hatinya. Ia menyadari bahwa
untuk bisa menunaikan ibadah haji tidak hanya butuh biaya yang besar namun juga
fisik yang sehat. Adapun kini ia telah menjadi seorang kakek yang tua renta, 70
tahun sudah usianya kini. Pesimistispun mulai bersarang dalam hatinya. Akan
tetapi ia bukanlah orang yang pantang menyerah, semangat dan optimismepun mulai
ia kobarkan kembali, banyak berdo’a kemudian bertawakkal kepada Alloh semata.
Memang,
manusia hanya bisa berencana, dan di Tangan-Nyalah tergenggam seluruh takdir
mahkuk-Nya. Tak disangka-sangka, disaat-saat sang kakek sedang mempersiapakn
keberangkatanya, Allohpun berkehendak untuk memanggil hamba-Nya kembali
keharibaan-Nya. Sang kakekpun wafat sebulan sebelum keberangkatannya ke tanah
suci karena sakit muntaber dan komplikasi jantung koroner.
Innalillahi
wa innailaihi rooji’un….
Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, dan milik Allahlah apa yang Dia berikan, segalanya sudah
ditentukan di sisi Allah. Semoga Alloh mengampuni dosa –dosa sang kakek dan semoga
pahala haji tetap bisa dituai sang kakek di alam barzakh sana. Amiin yaa
mujibas saailiin.
Ibroh atau pelajaran yang dapat kita
petik dari qishshoh di atas :
1. Hidayah
itu berada di tangan Alloh. Alloh sesatkan orang-orang yang Dia
kehendaki dan Alloh beri petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki.
2. Hati-hati manusia berada dalam genggaman
jari-jemari Ar Rohman. Dialah yang membolak balikkan hati manusia
sekehendaknya.
3. Bercita-citalah dengan cita-cita yang mulia,
karena cita-cita yang mulia akan menuntun langkah pemiliknya untuk menyusuri
jalan-jalan kemuliaan.
4. Cita-cita tidak akan bisa digapai hanya
dengan berpangku tangan, akan tetapi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan
untuk menggapainya.
5. Skala prioritas dalam mengatur keuangan.
Dalam artian harus mendahulukan perkara yang lebih urgent dari pada perkara
yang tidak penting lainnya.
6. Manusia hanya bisa bercita-cita dan berencana,
Alloh jualah yang akan menentukannya. Maka biasakanlah untuk mengucapkan
“InsyaAlloh” terhadap perkara yang belum terjadi atau yang baru kita
rencanakan, karena kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi besok lusa.
7. Apa yang ditetapkan luput dari
manusia tidaklah akan menimpanya dan apa yang ditetapkan akan menimpa
manusia tidak akan luput darinya. Sebagai mana hadits yang panjang, Rosulullohu
_Sholallohu ‘alaihi wa salam_ bersabda:
وَاعْلَمْ
أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ
لِيُخْطِئَكَ
“….Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput
darimu tidaklah akan menimpamu dan apa yang ditetapkan akan menimpamu
tidak akan luput darimu….”
8. Amal perbuatan seseorang dinilai di akhirnya. Maka hendaklah
manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar
diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
9. Alloh
akan tetap memberikan pahala pada orang yang meniatkan sebuah kebaikan meskipun
belum sempat melaksanakannya. Sebagaimana sabda Nabi_Sholallohu ‘alaihi wa
salam_:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ
صَلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى :
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ : فَمَنْ
هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً،
وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَةَ حَسَنَاتٍ
إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ
بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً،
وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً “[رواه
البخاري ومسلم في صحيحهما بهذه الحروف]
“Dari Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, dari
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam sebagaimana dia riwayatkan dari Rabbnya
Yang Maha Suci dan Maha Tinggi : Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan
dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut : Siapa yang ingin
melaksanakan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat
disisi-Nya sebagai satu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat melakukannya dan
kemudian melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan
hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan jika dia
berniat melaksanakan keburukan kemudian dia tidak melaksanakannya maka baginya
satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat kemudian dia melaksanakannya
Allah mencatatnya sebagai satu keburukan.” (Riwayat
Bukhori dan Muslim dalam kedua shahihnya dengan redaksi ini).
10. Apabila
kita berazzam untuk melaksanakan sesuatu maka berusaha, berdo’a dan bertawakkalah
kepada Alloh. Alloh _Subhanahu wa ta’ala_berfirman :
11.
Bagi saudaraku kaum muslimin yang didera oleh
kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat
tekad untuk meninggalakannya sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan
memohon pertolongan kepada Allah serta megharap pahalaNya dan menghindari
siksaanNya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkannya tersebut.
Selesai
ditulis di Walahar, 8 Muharrom 1434H / November 2012M
Oleh
Ummu Abdirrohman NajiyahIbnatu Kaswita
_Saddadahallohu
wa Ghofaro Dzambahaa_
HUKUM MEROKOK MENURUT
SYARIAT
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum merokok menurut syari’at, berikut dalil-dalil yang mengharamkannya?
Jawaban
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah serta i’tibar (logika) yang benar.
Dalil dari Al-Qur’an adalah firmanNya
وأنفقوا
في سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة وأحسنوا إن الله يحب المحسنين
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Baqarah : 195]
Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu.
Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.
Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan.
Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.
“Artinya : Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak oleh membahayakan (orang lain)” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam 2340
]
Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.
Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.
Adapun dalil dari i’tibar (logika) yang benar, yang menunjukkan keharaman merokok adalah karena (dengan perbuatannya itu) si perokok mencampakkan dirinya sendiri ke dalam hal yang menimbulkan hal yang berbahaya, rasa cemas dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentunya tidak rela hal itu terjadi terhadap dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisi dan demikian sesak dada si perokok, bila dirinya tidak menghisapnya. Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu meghalangi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang yang shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul di hadapan mereka. Karenanya, anda akan melihat dirinya demikian tidak karuan bila duduk-duduk bersama mereka dan berinteraksi dengan mereka.
Semua i’tibar tersebut menunjukkan bahwa merokok adalah diharamkan hukumnya. Karena itu, nasehat saya buat saudaraku kaum muslimin yang didera oleh kebiasaan menghisapnya agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalakannya sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah serta megharap pahalaNya dan menghindari siksaanNya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkannya tersebut.
Jika ada orang yang berkilah, “Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam Kitabullah ataupun Sunnah RasulNya perihal haramnya merokok itu sendiri”.
Jawaban atas statemen ini, bahwa nash-nash Kitabullah dan As-Sunnah terdiri dari dua jenis.
[1]. Satu jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah di mana mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga Hari Kiamat.
[2]. Satu jenis lagi yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada sesuatu itu sendiri secara langsung.
Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Al-Qur’an dan dua buah hadits yang telah kami singgung di atas yang menujukkan secara umum keharaman merokok sekalipun tidak secara langsung diarahkan kepadanya.
Sedangkan untuk contoh jenis kedua adalah firmanNya
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم
الخنزير وما أهل لغير الله به
“Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” [Al-Maidah : 3]
“Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” [Al-Maidah : 3]
Dan firmanNya
يا أيها
الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم
تفلحون
.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesunguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu” [Al-Ma’idah : 90]
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesunguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu” [Al-Ma’idah : 90]
Jadi, baik nash-nash tersebut termasuk ke dalam jenis pertama atau jenis kedua, maka ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pendalilan mengindikasikan hal itu.