Senin, 06 Mei 2013

Wahai Kawan…, Ayo kita Belajar Lagi


 Oleh : Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa
 
Wahai kawan…, apa kabarmu hari ini?
Masihkah tekad membaja di pagi ini
Tuk mencari kebenaran illahi
Yang dibangun diatas dalil syar’i?
Ataukah futur telah menguasai diri
Merasuk dalam jiwa dan sanubari
Sibuk dengan urusan duniawi
Mencari uang kesana kemari
Sampai larut malam atau dini hari?
Abaikan kepentingan ukhrowi
Hanya untuk mencari kebahagiaan yang tak hakiki
Kawan…, bukankah kau pernah mendengar ayat ini?[1]
Jika boleh aku menasihati
Bergegaslah untuk berbenah diri
Tumbuhkan semangat tuk tholabul ‘ilmi
Sebagai bekal di dunia dan di akhir nanti
Luangkanlah sedikit waktu untuk bisa menghadiri
Majaalisul ‘ilmi yang diliputi
Ketenangan dan rahmat dari illahi robbi
Agar kebodohan sirna dari dalam diri
Bukankah hati perlu pula kita sirami?
Dengan taushiyah yang dibangun di atas dalil syar’i
Agar keimanan bersemi sepanjang hari?
Untuk itu ayo kita ta’allum lagi!

Jangan kau katakan“Belajar cukup sampai di sini”
Bukankah bacaan Al Qur’an masih perlu kita perbaiki?
Menjadi al maahiru bil Qur’an yang kita kehendaki
Agar dapat bersama para malaikat yang suci[2]
Di surga-Nya yang penuh kenikmatan abadi
Bukankah bahasa Arob belum banyak yang kita mengerti?
Banyak pula qoidah yang perlu kita fahami
Agar dapat membaca kutub para pewaris nabi
Hafalan hadits pun perlu kita tambah lagi
Ahkam dan dalil syar’i, bukankah belum kita kuasai?
Lalu mengapa kita harus mencukupkan diri
Dari menghadiri majaalisul ‘ilmi?
Wahai kawan…, cermatilah goresan di bawah ini!
Ilmu agama bagai samudra tiada bertepi
Seluruh ‘ilmu dan cabangnya mustahil dapat kita kuasai
Meskipun harus  belajar setiap hari
Apalagi jika hanya separuh hati
Hadiri majaalisul ‘ilmi hanya sekedar  jaga gengsi
Agar disebut tholabatul ‘ilmi

Wahai kawan…, perlu pula engkau ketahui
Ilmu agama bukan area untuk berimprovisasi
Karena semuanya harus pasti tak terkecuali
Dalil shohihah harus pula melandasi
Setiap amalan yang kita lakoni tiap hari
Agar mendapat pahala dari illahi robbi
Belajar otodidakpun tidak pula mencukupi
Dalam memahami ‘ilmu agama ini
Jangan kau cukupkan hanya dengan membaca kitab ini
Atau kitab itu tanpa ada yang mengajari
Agar tidak salah dalam memahami agama ini

Wahai kawan…, dengarlah kalam pewaris nabi
Yang akan ku tuliskan sesaat lagi
Sebagai nasihat bagi diri yang dho’if ini
Berkatalah imam madzhab bernama Syafi’i:
“Man tafaqqoha min buthuunil kutubi dhoyyi’al ahkaami”[3]
Apalagi mempelajari kitab suci
Harus pula dengan cara talaqqi
Kepada orang yang mahir dalam fan ini

Wahai kawan…, perlu pula kita cermati
Perkataan ‘ulama mutaqoddimi:
“Man a’dzomul baliiyati tasyiikhush shohiifati”
Ayy: Al ladziina ta’allamuu minash shuhufi[4]
Demikian pula yang dikatakan al Auza’i:
“Laa tahmilul ‘ilma ‘an shuhufii
Walaa ta’khudzul qur’aana min mushhafii”[5]
Maka belajar itu harus berguru bukan sendiri[6]



Selesai ditulis di Walahar, Ahad 24 Robiutstsani 1434 H / 5 Mei 2013 pukul 01.54
Oleh :Al Faqiiroh  ilaa Maghfiroti Robbihaa Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnatu Kaswita 

Bahan referensi: ‘Awaiquth tholab Syaikh Abdus salam Ibnu Barjas Al Abdul Kariim




[1] اعلموا أنما الحياة الدنيا لعب ولهو وزينة وتفاخر بينكم وتكاثر في الأموال والأولاد كمثل غيث أعجب الكفار نباته ثم يهيج فتراه مصفرا ثم يكون حطاما وفي الآخرة عذاب شديد ومغفرة من الله ورضوان وما الحياة الدنيا إلا متاع الغرور

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS. Al Hadiid : 20)

[2]  Dari ‘Aisyah-Rodhiyallohu ‘anhaa- berkata, telah bersabda Rosulullohu –sholallohu ‘alaihi wasalam-:

الماهربالقرا ن مع السفرة الكرام البررةو الذي يقرء ه ويتتعتع فيه وهو علَيه شا ق له أجرا ن

“Orang yang mahir dalam Al Qur’an akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat, dan orang yang membaca Al Qur’an dengan tersendat-sendat (terbata-bata) dan merasa berat, maka baginya dua pahala”  (HR. Bukhori dan Muslim)

[3]  Berkata Imam Syafi’I _Rohimahullohu ta’ala-:

من تفقه من بطو ن الكتب ضيع الاحكا م

“Barang siapa yang belajar dari perut-perut kitab maka akan hilang darinya hukum-hukum”

Hal ini menunjukkan bahwa faidah yang bisa didapat dari seorang guru itu lebih banyak daripada ia belajar sendiri

[4] Sebagian ‘ulama terdahulu berkata:

 
من أعظم البلية تشيخ الصحيفة , أي : الذين تعلمو ا من الصحفي

“Termasuk musibah yang paling besar adalah dia menjadikan lembaran-lembaran kitab sebagai syaikhnya, yaitu orang yang belajar dari kitab saja”

[5] Berkata Al Auza’I -Rohimahullohu ta’ala-:

لا تحملوا العلم عن صحفي, ولا تأخذوا القران من مصحفي

“Janganlah kalian mengambil ‘ilmu dari orang yang belajar pada lembaran-lembaran, dan jangan kalian mengambil Al Qur’an (mempelajari Al Qur’an) dari orang yang belajar dari mushaf saja”

[6]  Telah berkata Syaikh Abdus salam Ibnu Barjas Al Abdul Kariim di dalam kitabnya ‘awaiquth tholab: Orang yang jahil menyangka bahwa belajar dari kitab itu (otodidak) akan mendapatkan pemahaman dari suatu ‘ilmu, orang yang jahil tidak mengetahui bahwa di dalam kitab itu ada sesuatu yang rumit yang dapat membelenggu akal orang yang faham.

Apabila engkau menuntut ‘ilmu tanpa seorang guru maka engkau akan tersesat dari jalan yang lurus dan akan rancu perkara-perkara bagimu sampai engkau lebih sesat dari binatang. Maka sepantasnya bagi seorang tholib untuk menuntut ‘ilmu dari mulut-mulut para ‘ulama. Berkata Ibnu Buthlaan:

‘Di dalam suatu kitab terdapat perkara-perkara yang bisa menghalangi seseorang dari suatu ‘ilmu, yang mana perkara yang menghalangi tersebut akan hilang di sisi mu’allim”. Dan perkara-perkara yang bisa menghalangi seseorang dari suatu ‘ilmu diantaranya adalah:

1. Kesalahan penulisan yang merintangi dari huruf yang tersamarkan bersamaan dengan tidak adanya lafadz.
2.  Adanya kesalahan pandangan mata / salah baca atau kurang teliti.
3.  Masih sedikitnya pengetahuan tentang I’rob yang dapat mengakibatkan salah faham.
4.  Adanya revisi kitab dan tulisan yang tidak terbaca atau membaca apa yang tidak tertulis dan adanya madzhab penulis kitab tersebut.
5.   Salah cetak
6.   Jeleknya tulisan.

Semua ini akan menghalangi seseorang dari ‘ilmu, dan sungguh jika ia belajar kepada seorang guru maka ia akan istirahat dari beban-beban ini. Maka apabila perkaranya seperti ini, membaca di hadapan ‘ulama lebih afdhol daripada membaca sendiri.