Selasa, 28 Mei 2013

VAKSINASI DAN IMUNISASI DALAM KAJIAN SYAR’I

disertai pengenalan kaidah: Jalbul Masholih wa Dar’ul Mafasid
(Pendatangan maslahat-maslahat dan penolakan mudarat-mudarat)

Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Andalasy Al-Minangkabawy
-Semoga Alloh mengampuni dosa dan kesalahannya-

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين، والصلاة والسلام على سيد المرسلين، وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد


Sebagaimana dimaklumi bersama, vaksinasi adalah proses penanaman bibit penyakit -yang sudah dilemahkan- ke dalam tubuh manusia atau binatang, agar tubuh bisa beradaptasi dan membentuk antibody yang akhirnya diharapkantubuh orang atau binatang tersebut menjadi kebal terhadapjenis penyakit tersebut. Adapun imunisasi adalah proses pengebalan tubuh dimana vaksinasi adalah salah satu metodenya.

Terkait dengan masalah ini, mungkin diantara kita menemukan sebagian orang yang berpendapat bahwa metode ini merupakan perbuatan terlarang, ada yang beralasan karena meniadakan rasa tawakkal, dan ada yang mengatakan bahwa perbuatan ini bentuk penjerumusan diri kepada kebinasaan melihat dampak-dampak jelek yang disinyalir akibat praktek vaksinasi.

PENCEGAHAN MERUPAKAN LANGKAH PENGOBATAN

Tindakan pencegahan atas penyakit yang dikhawatirkan bisa menimpa termasuk upaya pengobatan yang disyari’atkan. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من تصبح بسبع تمرات عجوة، لم يضره ذلك اليوم سم، ولا سحر

“Barangsiapa yang sarapan dengan tujuh butir kurma ‘ajwah (sejenis kurma Madinah), maka racun tidak akan membahayakannya pada hari itu, tidak juga sihir”. (HR Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu)

Dengan dalil inilah Syaikh Ibnu Baaz Rahimahulloh menyatakan bolehnya imunisasi. Pendapat ini juga dikuatkan ulama yang lain seperti Syaikh ‘Abdurrozzaq ‘Afifi dan ‘Abdulloh bin Ghudayyan. [Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 6/21, Fatawa Lajnah Ad-Da-imah, gel 2: 1/280]

Pengobatan maupun pencegahan tidaklah meniadakan tawakkal selama dia tidak bersandar sepenuhnya pada perkara yang ditempuhnya tersebut.[1]

Guru kami, Syaikh Yahya Al-Hajury Hafizhohulloh mengatakan: “Saya tidak mengingkari orang yang melakukan imunisasi apabila dia bertawakkal kepada Alloh. Perbuatan ini tidak bertentangan dengan bentuk tawakkal yang benar.Al-‘Allamah Ibnu Baaz telah berfatwa bahwasanya perkara ini tidak bertentangan dengan tawakkal. Diantara dalil (bolehnya) perkara tersebut adalah sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:

من تصبح بسبع تمرات عجوة، لم يضره ذلك اليوم سم، ولا سحر

“Barangsiapa yang sarapan dengan tujuh butir kurma ‘ajwah (sejenis kurma Madinah), maka racun tidak akan membahayakannya pada hari itu, tidak juga sihir”.

Ini adalah bentuk pencegahan sebelum datangnya penyakit dan merupakan pendalilan yang bagus.Atas dasar ini, maka barangsiapa yang melakukan imunisasi maka tidak mengapa, dan barangsiapa yang tidak melakukannya tidaklah diingkari.

Senin, 06 Mei 2013

Wahai Kawan…, Ayo kita Belajar Lagi


 Oleh : Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswita
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa
 
Wahai kawan…, apa kabarmu hari ini?
Masihkah tekad membaja di pagi ini
Tuk mencari kebenaran illahi
Yang dibangun diatas dalil syar’i?
Ataukah futur telah menguasai diri
Merasuk dalam jiwa dan sanubari
Sibuk dengan urusan duniawi
Mencari uang kesana kemari
Sampai larut malam atau dini hari?
Abaikan kepentingan ukhrowi
Hanya untuk mencari kebahagiaan yang tak hakiki
Kawan…, bukankah kau pernah mendengar ayat ini?[1]
Jika boleh aku menasihati
Bergegaslah untuk berbenah diri
Tumbuhkan semangat tuk tholabul ‘ilmi
Sebagai bekal di dunia dan di akhir nanti
Luangkanlah sedikit waktu untuk bisa menghadiri
Majaalisul ‘ilmi yang diliputi
Ketenangan dan rahmat dari illahi robbi
Agar kebodohan sirna dari dalam diri
Bukankah hati perlu pula kita sirami?
Dengan taushiyah yang dibangun di atas dalil syar’i
Agar keimanan bersemi sepanjang hari?
Untuk itu ayo kita ta’allum lagi!