Senin, 18 Juni 2012

HUKUM PERAYAAN ISRA’ MI’RAJ

(Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Bazz -Rahimahulloh-)
Alih Bahasa: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy -Saddadahulloh-
Markiz Ahlussunnah – Darul Hadits Dammaj, Yaman
-harosahulloh-

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه. أما بعد

Tidak diragukan bahwa Isro’ Mi’roj termasuk tanda-tanda kekuasaan Alloh yang agung, yang menunjukkan kebenaran Rosul-Nya Muhammad Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam, demikian juga kemuliaan kedudukannya di sisi Alloh ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana hal itu juga termasuk diantara dalil-dalil tentang kekuasaan Alloh yang luas dan ketinggian-Nya Subhanahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Alloh yang telah memperjalankan hamba-Nya Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa yang telah Kami berkati sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah As-Sami’ (Dzat Yang Maha Mendengar) dan Al-Bashir (Dzat Yang Maha Melihat)” (QS Al-Isro’ ayat 1)

Telah banyak khabar yang tidak bisa didustakan bahwasanya Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam dinaikkan ke langit, kemudian dibukakan untuknya pintu-pintu langit sampai melewati langit ke tujuh. Robbnya Subhanahu wa Ta’ala berbicara dengannya sesuai apa yang diinginkan-Nya. Maka Dia mewajibkan baginya sholat lima waktu. Pada awalnya Alloh Subhanahu mewajibkan sebanyak lima puluh sholat, Nabi kita Muhammad Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam terus-menerus kembali kepada-Nya dan meminta keringanan, sampai Alloh menjadikannya lima. Lima dalam kewajiban namun lima puluh dalam pahala, karena kebaikan dibalas sepuluh kalinya, maka bagi Allohlah segala pujian, dan syukur atas segala nikmatnya.

Ramalan Bintang


Ditulis: Mushlih Abu Sholeh Al-Madiuniy –ro’ahulloh-
Markiz Ahlussunnah – Darul Hadits Dammaj, Yaman
-harosahulloh-

بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، أما بعد:

Sesungguhnya Alloh -subhanahu wa ta’ala- telah menciptakan manusia pada mulanya berada di atas agama yang lurus dan fithroh yang suci, sebagaimana dalam sebuah hadits qudsiy, dari ‘Iyadh bin Himar Al-Mujasyi’iy -rodhiyallohu ‘anhu- dalam Shohih Muslim, bahwasanya Alloh –ta’ala- berkata:

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا
“Sesungguhnya Aku telah ciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus. Lalu datanglah para setan, lalu menyimpangkan mereka dari agama mereka. Mengharamkan apa yang telah Aku halalkan dan memerintahkan mereka untuk menyekutukanku (berbuat kesyirikan) dengan apa yang tidak Aku turunkan hujjahnya.”

Tidaklah orang itu tersesat dan berbuat syirik, melainkan karena ulah setan. Pada awalnya manusia belum mengenal kesyirikan, mereka masih di atas agama yang lurus (hanif) yang telah dikaruniakan oleh Alloh -subhanahu wa ta’ala-. Namun setelah berjalan beberapa abad, setan datang menggoda sekelompok manusia untuk mengkultuskan orang-orang sholeh yang telah wafat, sampai mereka disembah. Sehingga terjadilah kesyirikan pertama di dunia ini, yaitu kesyirikan kaum Nuh. Maka Alloh -subhanahu wa ta’ala-  untuk mengembalikan keadaan manusia
mengutus Nabi Nuh -’alaihis-salam- kepada ajaran tauhid dan mengeluarkan mereka dari kegelapan syirik.

Selasa, 05 Juni 2012

APA ITU TAUHID ?


Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Pembahasan yang akan dilalui dalam tulisan ini merupakan perkara terpenting yang wajib diketahui seorang muslim, tanpanya kebahagiaan akhirat tidak akan tercapai. Kenapa perkara ini menjadi begitu besar ?
Karena pembicaraan adalah seputar hak-hak Al-Akbar (Dzat Yang Maha Besar).
PENGERTIAN TAUHID
Secara bahasa, kalimat “Tauhid” bisa diartikan pengesaan. Adapun secara istilah yang dipakai dalam pembahasan ilmu-ilmu syar’i, terdapat beragam penggunaan. Terkadang kata ini -oleh sebagian orang- dipakai secara meluas, mencakup seluruh pembahasan-pembahasan tentang akidah baik yang berhubungan dengan Alloh dan sifat-sifat-Nya, ataupun yang berhubungan dengan kedudukan para nabi, akhirat dan perinciannya, serta perkara-perkara ghaib yang lain. Sebagaimana di sisi lain sebagian orang yang memakai kata tersebut dalam arti sempit yaitu pada perkara yang berhubungan dengan Dzat Alloh dan sifat-sifat-Nya.

DOA PELAKU KESYIRIKAN DAN KEMAKSIATAN


Ditulis oleh: Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy Ro’ahulloh

بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Alloh –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku, maka jawablah: “Bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqoroh: 186)
Diriwayatkan bahwa beberapa shohabat bertanya kepada Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rosululloh, apakah Robb kita itu dekat, sehingga kita bisa bermunajat kepada-Nya ataukah jauh, sehingga kita perlu memanggilnya?” Maka Alloh menurunkan ayat ini. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Rohimahulloh dalam tafsirnya (2/92) dengan menyebutkan sanadnya dan Syaikhuna Muhaddits Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy Hafizhohulloh mengatakan bahwa riwayat sebab turunnya ayat ini tsabit (bisa dijadikan hujjah).

AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM


Ditulis: Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy -ro’ahulloh-
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له, وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا الله الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
أما بعد:
Ini adalah risalah singkat mengenai As-Sunnah yang menjadi sandaran kedua dalam hukum Islam setelah Al-Quran Al-Karim. Kami sarikan dari apa yang telah dituliskan dalam kitab-kitab ulama serta para peneliti Islam dalam bidang As-Sunnah An-Nabawiyyah.
Pada pembahasan ini, akan dipaparkan mengenai pengertian As-Sunnah, kedudukannya dalam syariat Islam, wajibnya berpegang teguh dengannya, peranannya dalam mendampingi Al-Quran, kemudian diakhiri dengan pembagian As-Sunnah menjadi sunnah qouliyyah, fi’liyyah dan taqririyyah disertai dengan contoh-contohnya.
Semoga risalah ini bermanfaat bagi diri penulis sendiri serta para pembaca sekalian, sehingga kita dalam beragama ini berada di atas ilmu dan bashiroh serta terhindar dari jalan setan dan kesesatan.

Bahaya Syirik dan Ketakutan Orang-orang Beriman darinya


Ditulis oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy

بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد:
Merupakan perkara yang hendaknya terpatri dalam diri setiap muslim bahwa dirinya diciptakan oleh Alloh untuk semata beribadah kepadaNya, yang hal ini merupakan realisasi dari persaksian “laa ilaaha illalloh”. Untuk tujuan yang agung ini pulalah Alloh turunkan kitab-kitab dan utus para rosul. Sebab tidaklah mungkin seorang hamba bisa beribadah dengan benar kecuali dengan tuntunan kitab dan penjelasan para Rosul. Dari sini pula kita ketahui bahwa suatu ibadah tidaklah bisa diterima kecuali jika terpenuhi padanya dua syarat utama:
Syarat pertama adalah ikhlas, yaitu memurnikan peribadatan semata-mata kepada Alloh dengan mengharap keridhoanNya dan dimasukkan ke dalam jannah-Nya serta mengharap untuk dijauhkan dari Neraka yang penuh dengan adzab dan siksa-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّين
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama semata-mata kepada-Nya.” (QS. Az Zumar: 11)
Syarat kedua adalah kesesuaian amalan tersebut dengan petunjuk Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam yang telah Alloh utus untuk menjelaskan bagaimana cara ibadah yang benar sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Alloh Dzat Pencipta alam.

BOLEHKAH ORANG YANG JUNUB ATAU WANITA YANG SEDANG HAID DUDUK DI MASJID ?


Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Sebelum masuk ke permasalahan[1], kita mulai dengan sebuah kaidah yang sering dipergunakan ulama, yang sebenarnya kaidah tersebut berkaitan dengan kaidah Al-Yaqiin Laa Yazuulu Bisy Syakk (yang telah lewat pembahasannya)[2].
Syaikh As-Sa’dy Rahimahulloh[3] menyebutkan salah satu bentuk penerapan kaidah (diatas): “Hukum asal (pada pembebanan syari’at-pent) adalah penafian (ketiadaan) hukum-hukum atas para mukallaf (orang yang baligh dan berakal) sampai datangnya sesuatu yang menjadi dalil atas penyelisihan hukum asal”.
Penjelasan: Pada asalnya aktivitas yang dilakukan manusia boleh-boleh saja, tidak ada tuntutan baginya untuk mengerjakan atau meninggalkan sampai ada dalil yang mengatur perbuatan tersebut.
Kaidah ini dikenal ulama dengan nama Ishtishabul ‘Adamil Ashly atau Al-Baro’atul Ashliyyah. Inilah kaidah yang bersinggungan dengan pembahasan kita, dan kaidah ini disepakati oleh seluruh Ahlus Sunnah.[4]

MENGANGKAT TANGAN DALAM BERDO’A


Ditulis oleh: Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy Hafizhohulloh
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Masalah mengangkat kedua tangan ketika berdo’a, di dalamnya terdapat beberapa perincian:
Pertama: hal itu merupakan perkara yang diingkari, yaitu ketika telah datang penjelasan dari As-Sunnah yang menunjukkan tidak adanya mengangkat kedua tangan ketika berdo’a, seperti pada do’a ketika berkhutbah, selain khutbah sholat istisqo’ (minta hujan) dan istisha’ (minta dihentikannya hujan dan dialihkan ke tempat lain yang tidak membahayakan).
Dari ‘Umaroh bin Ruwaibah Rodhiyallohu ‘anhu riwayat Muslim, bahwasanya ia melihat Bisyr bin Marwan berada di atas mimbar Jum’at mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a. Maka ia berkata:
قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
“Semoga Alloh memburukkan kedua tangan itu! Sungguh aku telah melihat Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam berdo’a (ketika khutbah), tidaklah beliau melakukannya, kecuali hanya dengan mengangkat jari telunjuk saja demikian.” Lalu ia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.

Tuntunan As-Sunnah Tentang Tata Cara Mandi Janabah


Ditulis Oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد:
Permasalahan thoharoh (bersuci) adalah permasalahan yang sangat penting. Oleh karena itu pengetahuan tentangnya merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Sebab, pada sah dan tidaknya thoharoh seseorang, bergantung sah dan tidaknya sholat orang tersebut. Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- telah bersabda:
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُور
“Sholat itu tidaklah akan diterima  tanpa bersuci.” (HR. Muslim)
Keadaan suci yang dituntut dari seorang hamba sebelum mengerjakan sholat mencakup suci dari najis dan suci dari hadats baik besar maupun kecil.
Pada tulisan ini akan kami paparkan secara ringkas –insya Alloh- tuntunan syariat Islam yang sempurna dalam permasalahan bersuci dari hadats besar, mengingat banyaknya orang yang lalai seputar permasalahan ini.

BID’AH DALAM IBADAH SUSAH PAYAH TAPI TAK BERKAH



Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy

بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Pembahasan yang akan dilalui dalam tulisan ini merupakan perkara yang mesti diketahui seorang muslim, karena jalan yang mesti ditempuh dalam menjalankan tuntutan kalimat: Asyhadu Anna Muhammadan Rosululloh, adalah dengan mengamalkan sunnahnya dan menghindari pengibadatan di luar petunjuknya. Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Rodhiyallohu ‘Anhu)
Dalam riwayat An-Nasa’i dan Al-Baihaqy Rahimahumalloh, terdapat tambahan:
وكل ضلالة في النار
“Dan setiap kesesatan di neraka” (Dishohihkan Syaikh Al-Albany Rahimahulloh)
Juga hadits tentang Haji Wada’ dimana Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وإياكم ومحدثات الأمور ، فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
“Waspadailah sesuatu yang diada-adakan pada perkara-perkara. Setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, sementara setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR Ath-Thobrony dari ‘Irbadh bin Sariyah Rodhiyallohu ‘Anhu. Hadits ini dishohihkan para ulama. Imam Al-Albany Rahimahulloh di As-Silsilatush Shohihah berkata: “Para huffadz (ulama-ulama yang mengumpulkan riwayat-riwayat hadits, mempelajari dan menghapalnya) dari dulu sampai sekarang sepakat akan keshohihannya)

MASA DEPAN SETIAP MUSLIM


Ditulis Oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy

بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد:
Kebahagian hidup adalah perkara yang dicari dan diidam-idamkan oleh setiap manusia, mereka rela bersusah payah demi perkara tersebut. Keringat yang bercucuran, mata yang lelah menahan kantuk tidak mereka perdulikan, yang penting adalah masa depan yang cerah dan penuh kebahagiaan. Namun sayang dalam permasalahan ini manusia banyak sekali yang salah dalam dua permasalahan pokok sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” [QS. Al-Kahfi:17]

Jumat, 01 Juni 2012

SALMAN AL-FAARISIY rodhiyallahu ‘anhu TELADAN PENCARI KEBENARAN (DISERTAI BEBERAPA FAIDAH HADITS)


~ Faidah dari Pelajaran Umum Abu Abdirrohman Yahya bin ‘Ali Al-Hajury ~
Dirangkum: Abu Ja’far Al-Minangkabawy
Alih Bahasa: Abu Ubaidillah ‘Amir bin Munir Al-Acehy
-semoga Alloh menjaga mereka-
Ma’had Darul Hadits Dammaj – Yaman
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:

Menuntut ilmu syar’iy adalah suatu keharusan bagi seorang muslim dalam memahami agamanya dan juga dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena tidaklah seorang mampu untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya melainkan dengan Ilmu. Keutamaan ilmu tidaklah bisa mengimbanginya  keutamaan suatu apapun dari kehidupan dunia ini. Sehingga berkata Al-Imam Asy-Syafi’i: “Menuntut Ilmu lebih utama dari pada Sholat Naafilah (sunat)”.
Kemuliaan seorang yang berilmu dan orang-orang yang beramal dengan ilmunya adalah kemuliaan yang akan diperolehnya di dunia dan akhirat. Dan menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu adalah suatu kebiasaan para salaf terdahulu dan sekarang. Berapa banyak para Salafus Sholih yang bersusah payah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan menghabis umurnya dengan tujuan hanya untuk menuntut ilmu. Rasanya hal ini cukuplah  untuk menunjukkan keutamaan ilmu tersebut.