Ditulis oleh: Mushlih bin Syahid Abu
Sholeh Al-Madiuniy Hafizhohulloh
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله
عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Masalah mengangkat kedua tangan ketika berdo’a,
di dalamnya terdapat beberapa perincian:
Pertama: hal itu merupakan
perkara yang diingkari, yaitu ketika telah datang penjelasan dari As-Sunnah
yang menunjukkan tidak adanya mengangkat kedua tangan ketika berdo’a, seperti
pada do’a ketika berkhutbah, selain khutbah sholat istisqo’ (minta
hujan) dan istisha’ (minta dihentikannya hujan dan dialihkan ke tempat
lain yang tidak membahayakan).
Dari ‘Umaroh bin Ruwaibah Rodhiyallohu ‘anhu
riwayat Muslim, bahwasanya ia melihat Bisyr bin Marwan berada di atas mimbar
Jum’at mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a. Maka ia berkata:
قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ، لَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ
يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
“Semoga Alloh memburukkan kedua tangan
itu! Sungguh aku telah melihat Rosululloh Shollallohu ‘alaihi
wa sallam berdo’a (ketika khutbah), tidaklah beliau
melakukannya, kecuali hanya dengan mengangkat jari telunjuk saja demikian.”
Lalu ia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.
Juga hadits Sahl bin Sa’d Rodhiyallohu ‘anhu
riwayat Ahmad dan Abu Dawud, bahwasanya ia mengatakan:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ شَاهِرًا يَدَيْهِ قَطُّ يَدْعُو عَلَى مِنْبَرٍ وَلَا غَيْرِهِ، مَا
كَانَ يَدْعُو إِلَّا يَضَعُ يَدَهُ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ، وَيُشِيرُ بِإِصْبُعِهِ
إِشَارَةً
“Tidaklah pernah aku melihat Rosululloh -shollallohu
‘alaihi wa sallam- menengadahkan kedua tangannya sama sekali
ketika berdo’a di atas mimbar atau yang selainnya. Tidaklah beliau berdo’a,
kecuali hanyalah dengan mengangkat tangannya setinggi bahu dan mengisyaratkan
dengan jari telunjuknya.” Hadits ini terdapat sedikit kelemahan dalam
sanadnya, tetapi diperkuat dengan riwayat Muslim dari hadits ‘Umaroh tersebut
di atas.
Setelah menyebutkan dua hadits ini, maka Imam
Asy-Syaukani Rohimahulloh mengatakan dalam kitabnya “Nailul
Author” (2/555): “Dua hadits tersebut menunjukkan dibencinya mengangkat
tangan ketika berdo’a di atas mimbar dan hal itu termasuk kebid’ahan.” (lihat: “Ahkamul
Jum’ah wa Bida’uha,” karya Syaikhuna Yahya bin Ali Al-Hajuri Hafidzohulloh
hal. 206)
Demikian juga, do’a-do’a dalam sholat seperti
do’a istiftah, ketika sujud, tasyahud, duduk di antara dua
sujud. Semua itu tidak disyariatkan mengangkat tangan ketika berdo’a, kecuali
do’a qunut nazilah saja.
Kedua: hal itu merupakan perkara
yang terpuji dan disyariatkan. Hal ini seperti berdo’a ketika melakukan wukuf
di ‘Arofah, Shofa dan Marwa dan sebagainya yang telah datang dalilnya dari
As-Sunnah. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu terpuji dan termasuk dalam sunnah
Rosul -shollallohu ‘alaihi wa sallam-.
Ketiga: beberapa do’a yang dzohirnya
tidak dengan mengangkat kedua tangan, tetapi ada kemungkinan juga sebaliknya. Hal
ini seperti ketika berdo’a setelah adzan. Secara dzohir bahwasanya
Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- tidak mengangkat kedua
tangannya. Akan tetapi jika seseorang mengangkat kedua tangannya, tidaklah kita
katakan bahwa dia telah melakukan kebid’ahan.
Berdasarkan perincian yang telah lalu, maka kita
katakan bahwa asal di dalam adab berdo’a adalah dengan mengangkat kedua tangan.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘anhu riwayat
Muslim yang di dalamnya:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ
أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ …
“Kemudian Rosululloh Shollallohu
‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang berpenampilan
kusut dan kusam (karena safar) menengadahkan kedua tangannya sambil berdo’a:
“Ya Robb, ya Robb…”
Hadits ini menunjukkan bahwa menengadahkan kedua
tangan termasuk sebab terkabulnya do’a. Demikian juga hadits Salman Al-Farisi Rodhiyallohu
‘anhu riwayat Abu Daud dan Tirmidzi dan dishohihkan oleh Al-’Allamah
Al-Albani Rohimahulloh:
إِنَّ الله حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا
رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Alloh itu pemalu dan Karim.
Merasa malu jika seseorang menengadahkan kedua tangannya kepada-Nya, kemudian
kembali dalam keadaan hampa (tidak mengabulkannya).”
Pada dua hadits ini terdapat isyarat bahwa asal
dalam berdo’a adalah dengan mengangkat kedua tangan.
Sebagian ulama lainnya mengatakan:
jika do’a itu bersifat ibtihal (berdo’a dengan sepenuh hati), yaitu
do’a ilhah (meratap) dan karena hajah yang sangat, seperti
do’a ketika dalam keadaan genting dan bahaya, maka dengan mengangkat kedua
tangan. Akan tetapi jika tidak demikian, maka tidak dengan mengangkat kedua
tangan. Oleh karena itu, maka berdo’a setelah adzan tidak dengan
mengangkat kedua tangan.
Inilah apa yang diterangkan oleh Al-’Allamah
Ibnu ‘Utsaimin -rohimahulloh- dalam ta’liqot kitab Iqtidho’
Ash-Shirothol Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahumalloh-
(hal. 429-430, cet. Maktabah Al-Anshor Mesir). Demikian juga ini merupakan
fatwa Syaikh kami Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri dalam beberapa ta’lim beliau -hafidzohulloh
ta’ala-. Wabillahit-taufiq.