Selasa, 05 Juni 2012

MENGANGKAT TANGAN DALAM BERDO’A


Ditulis oleh: Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy Hafizhohulloh
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Masalah mengangkat kedua tangan ketika berdo’a, di dalamnya terdapat beberapa perincian:
Pertama: hal itu merupakan perkara yang diingkari, yaitu ketika telah datang penjelasan dari As-Sunnah yang menunjukkan tidak adanya mengangkat kedua tangan ketika berdo’a, seperti pada do’a ketika berkhutbah, selain khutbah sholat istisqo’ (minta hujan) dan istisha’ (minta dihentikannya hujan dan dialihkan ke tempat lain yang tidak membahayakan).
Dari ‘Umaroh bin Ruwaibah Rodhiyallohu ‘anhu riwayat Muslim, bahwasanya ia melihat Bisyr bin Marwan berada di atas mimbar Jum’at mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a. Maka ia berkata:
قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
“Semoga Alloh memburukkan kedua tangan itu! Sungguh aku telah melihat Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam berdo’a (ketika khutbah), tidaklah beliau melakukannya, kecuali hanya dengan mengangkat jari telunjuk saja demikian.” Lalu ia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.

Juga hadits Sahl bin Sa’d Rodhiyallohu ‘anhu riwayat Ahmad dan Abu Dawud, bahwasanya ia mengatakan:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاهِرًا يَدَيْهِ قَطُّ يَدْعُو عَلَى مِنْبَرٍ وَلَا غَيْرِهِ، مَا كَانَ يَدْعُو إِلَّا يَضَعُ يَدَهُ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ، وَيُشِيرُ بِإِصْبُعِهِ إِشَارَةً
“Tidaklah pernah aku melihat Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- menengadahkan kedua tangannya sama sekali ketika berdo’a di atas mimbar atau yang selainnya. Tidaklah beliau berdo’a, kecuali hanyalah dengan mengangkat tangannya setinggi bahu dan mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.” Hadits ini terdapat sedikit kelemahan dalam sanadnya, tetapi diperkuat dengan riwayat Muslim dari hadits ‘Umaroh tersebut di atas.
Setelah menyebutkan dua hadits ini, maka Imam Asy-Syaukani Rohimahulloh mengatakan dalam kitabnya “Nailul Author” (2/555): “Dua hadits tersebut menunjukkan dibencinya mengangkat tangan ketika berdo’a di atas mimbar dan hal itu termasuk kebid’ahan.” (lihat: “Ahkamul Jum’ah wa Bida’uha,” karya Syaikhuna Yahya bin Ali Al-Hajuri Hafidzohulloh hal. 206)
Demikian juga, do’a-do’a dalam sholat seperti do’a istiftah, ketika sujud, tasyahud, duduk di antara dua sujud. Semua itu tidak disyariatkan mengangkat tangan ketika berdo’a, kecuali do’a qunut nazilah saja.
Kedua: hal itu merupakan perkara yang terpuji dan disyariatkan. Hal ini seperti berdo’a ketika melakukan wukuf di ‘Arofah, Shofa dan Marwa dan sebagainya yang telah datang dalilnya dari As-Sunnah. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu terpuji dan termasuk dalam sunnah Rosul -shollallohu ‘alaihi wa sallam-.
Ketiga: beberapa do’a yang dzohirnya tidak dengan mengangkat kedua tangan, tetapi ada kemungkinan juga sebaliknya. Hal ini seperti ketika berdo’a setelah adzan. Secara dzohir bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- tidak mengangkat kedua tangannya. Akan tetapi jika seseorang mengangkat kedua tangannya, tidaklah kita katakan bahwa dia telah melakukan kebid’ahan.
Berdasarkan perincian yang telah lalu, maka kita katakan bahwa asal di dalam adab berdo’a adalah dengan mengangkat kedua tangan. Hal ini berdasarkan hadits Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘anhu riwayat Muslim yang di dalamnya:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ …
“Kemudian Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang berpenampilan kusut dan kusam (karena safar) menengadahkan kedua tangannya sambil berdo’a: “Ya Robb, ya Robb…”
Hadits ini menunjukkan bahwa menengadahkan kedua tangan termasuk sebab terkabulnya do’a. Demikian juga hadits Salman Al-Farisi Rodhiyallohu ‘anhu riwayat Abu Daud dan Tirmidzi dan dishohihkan oleh Al-’Allamah Al-Albani Rohimahulloh:
إِنَّ الله حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Alloh itu pemalu dan Karim. Merasa malu jika seseorang menengadahkan kedua tangannya kepada-Nya, kemudian kembali dalam keadaan hampa (tidak mengabulkannya).”
Pada dua hadits ini terdapat isyarat bahwa asal dalam berdo’a adalah dengan mengangkat kedua tangan.
Sebagian ulama lainnya mengatakan: jika do’a itu bersifat ibtihal (berdo’a dengan sepenuh hati), yaitu do’a ilhah (meratap) dan karena hajah yang sangat, seperti do’a ketika dalam keadaan genting dan bahaya, maka dengan mengangkat kedua tangan. Akan tetapi jika tidak demikian, maka tidak dengan mengangkat kedua tangan. Oleh karena itu, maka berdo’a setelah adzan tidak dengan mengangkat kedua tangan.
Inilah apa yang diterangkan oleh Al-’Allamah Ibnu ‘Utsaimin -rohimahulloh- dalam ta’liqot kitab Iqtidho’ Ash-Shirothol Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahumalloh- (hal. 429-430, cet. Maktabah Al-Anshor Mesir). Demikian juga ini merupakan fatwa Syaikh kami Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri dalam beberapa ta’lim beliau -hafidzohulloh ta’ala-. Wabillahit-taufiq.