Ditulis oleh: Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy Ro’ahulloh
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره وأشهد أن لا
إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله
وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Alloh –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang-Ku, maka jawablah: “Bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah
mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqoroh: 186)
Diriwayatkan bahwa beberapa shohabat bertanya
kepada Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rosululloh, apakah
Robb kita itu dekat, sehingga kita bisa bermunajat kepada-Nya ataukah jauh,
sehingga kita perlu memanggilnya?” Maka Alloh menurunkan ayat ini. Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir Rohimahulloh dalam tafsirnya (2/92) dengan menyebutkan
sanadnya dan Syaikhuna Muhaddits Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy Hafizhohulloh
mengatakan bahwa riwayat sebab turunnya ayat ini tsabit (bisa
dijadikan hujjah).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh
menerangkan bahwasanya Alloh Subhanahu Ta’ala mengabarkan bahwa Dia
itu dekat, mengabulkan do’a hamba-Nya jika ia berdo’a kepada-Nya. Kemudian
Alloh memerintahkan mereka untuk memenuhi perintah-Nya dan beriman kepada-Nya,
sebagaimana ucapan sebagian ulama tafsir dalam memaknai ayat tersebut: “Maka
hendaknya mereka memenuhi perintah-Ku jika Aku serukan kepada mereka dan
berimanlah kepada-Ku, sesungguhnya Aku akan mengabulkan do’a mereka.”
Para ulama mengatakan bahwa dengan dua
sebab inilah do’a itu akan terkabul: Pertama: Dengan
kesempurnaan ketaatan terhadap Uluhiyah-Nya, yaitu dengan bertauhid,
yaitu bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Alloh
semata dan menjauhi kesyirikan.
Kedua: dengan kebenaran iman
terhadap Rububiyah-Nya, yaitu mengakui bahwasanya Alloh-lah
satu-satunya yang menciptakan, memberikan rezki dan mengatur alam semesta.
Siapa yang memenuhi seruan Robbnya dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka akan tercapai apa yang
diinginkan dari do’anya dan terkabulkan. Hal ini sebagaimana firman Alloh Ta’ala-:
وَيَسْتَجِيبُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ
“Dia mengabulkan doa orang-orang yang
beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah pahala kepada mereka
dari karunia-Nya.” (QS. Asy-Syuro: 26)
DO’A PELAKU SYIRIK DAN KEMAKSIATAN
Demikian juga, siapa yang berdo’a kepada Alloh
dengan rasa yakin bahwa Dia akan mengabulkan do’anya, maka Alloh akan
mengabulkannya, meskipun terkadang orang itu adalah musyrik (berbuat
syirik) atau fasiq (banyak berbuat maksiat). Syaikhuna Yahya
bin ‘Ali Al-Hajuri –hafidzohulloh- menerangkan bahwa hal ini
bisa terjadi ketika ia berdoa ketika dalam keadaan terjepit (genting dan
darurat) atau terdzolimi.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا الله مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal, mereka
berdoa kepada Alloh dengan memurnikan ketaatan semata-mata kepada-Nya. Maka
tatkala Alloh menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka kembali
mempersekutukan Alloh.” (QS. Al-’Ankabut: 65)
Alloh Ta’ala berfirman:
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْبِهِ أَوْ
قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ
يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَسَّهُ
“Apabila manusia ditimpa bahaya, maka dia
berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. Akan tetapi
setelah Kami hilangkan bahaya itu dari dirinya, ternyata dia kembali melalui
jalannya yang sesat, seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk
menghilangkan bahaya yang telah menimpanya.” (QS. Yunus: 12)
Alloh –ta’ala- juga berfirman:
وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا
إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الْإِنْسَانُ
كَفُورًا
“Apabila kalian ditimpa bahaya di lautan,
niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia (Alloh Ta’ala-. Maka
tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, ternyata kalian berpaling dan
manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih (kufur).” (QS.
Al-Isro’: 67)
قُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ الله أَوْ أَتَتْكُمُ
السَّاعَةُ أَغَيْرَ الله تَدْعُونَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ * بَلْ إِيَّاهُ
تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ وَتَنْسَوْنَ مَا
تُشْرِكُونَ
“Katakanlah, wahai Muhammad: “Terangkanlah
kepadaku jika datang siksaan Alloh kepada kalian atau datang kepada kalian hari
kiamat, apakah kalian menyeru sesembahan selain Alloh, jika kalian memang
orang-orang yang benar? Tidak demikian, tetapi hanya Dialah (Alloh Ta’ala) yang
kalian seru. Maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kalian berdoa
kepada-Nya, jika Dia menghendaki dan kalian tinggalkan sembahan-sembahan yang
kalian sekutukan dengan Alloh.” (QS. Al-An’am: 40-41)
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam hadits Ibnu Abbas Rodhiyallohu ‘anhuma ketika beliau
mengutus Mu’adz bin Jabal Rodhiyallohu ‘anhu berdakwah ke Yaman (HR.
Bukhori dan Muslim):
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ
اللهِ حِجَابٌ
“Takutlah terhadap do’a orang yang
terdzolimi, karena tidak ada penghalang sedikit pun antara dia dan Alloh (yakni
terkabul doanya).”
Akan tetapi, mereka yang
dikabulkan do’anya lantaran pengakuan mereka terhadap rububiyyah Alloh
dan meyakini bahwa Dialah yang mengabulkan do’a orang yang dalam keadaan
genting dan terdzolimi, jika tidak mengikhlaskan agama semata-mata
untuk Alloh dalam beribadah (yaitu tidak menjauhi kesyirikan) dan juga tidak
menaati perintah Alloh dan Rosul-Nya, niscaya apa yang Alloh berikan karena
do’anya itu hanyalah berupa kenikmatan dunia semata dan di akherat kelak
tidaklah mendapatkan bagian sedikit pun.
Alloh Ta’ala berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ
لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا
* وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ
كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا * كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ
رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا
“Siapa menghendaki kehidupan sekarang
(duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki
bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam. Ia
akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Siapa yang menghendaki
kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia
adalah seorang mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi
dengan baik. Kepada masing-masing golongan tersebut, baik golongan ini maupun
golongan itu, Kami berikan bantuan dari kemurahan Robbmu dan kemurahan-Nya
tidak dapat dihalangi.” (QS. Al-Isro’: 18-20)
Al-Kholil -Ibrohim- ‘Alaihis salam
telah berdo’a memohon rezki bagi orang-orang yang beriman dengan mengatakan:
وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِالله
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
“Berikanlah rezki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Alloh dan hari kemudian.”
Setelah itu Alloh Ta’ala berfirman:
وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ
النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Siapa yang kafir, maka Aku beri
kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqoroh: 126)
Maka, tidaklah setiap orang yang diberi
kenikmatan oleh Alloh berupa rezki dan kemenangan, baik dengan dikabulkan
do’anya atau diberikan kenikmatan lainnya itu termasuk orang yang dicintai oleh
Alloh dan dibela. Akan tetapi, Alloh -subhanahu wa ta’ala-
memberikan rezki kepada semuanya baik yang mukmin maupun kafir dan yang sholeh
maupun jahat. Terkadang Alloh mengabulkan do’a mereka dan memberikan apa yang
mereka minta di dunia, adapun di akherat tidaklah mereka mendapatkan bagian
sedikitpun.
Ada sebuah kisah –wallohu a’lam akan
keshohihannya, tetapi ini mengandung hikmah-: ada sebuah pasukan orang-orang
kafir Nashoro mengepung sebuah kota kaum muslimin, sampai-sampai mereka
kehabisan persediaan air bersih. Lalu mereka meminta kepada kaum muslimin untuk
menyediakan air bersih agar mereka kembali. Kemudian para pemimpin kaum
muslimin waktu itu mengadakan musyawarah tentang hal ini. Mereka berpendapat:
“Kita biarkan saja mereka sampai lemah lantaran kehausan, kemudian kita serang
mereka.”
Lalu orang-orang Nashoro itu bangkit berdoa untuk
meminta hujan dan dikabulkanlah permintaan mereka dengan turunnya hujan.
Melihat hal itu, sebagian orang awam kaum muslimin gonjang imannya. Maka sang
raja berkata kepada beberapa orang arif: “Temuilah orang-orang itu dan
perintahkan untuk memasang mimbar untuknya.” Kemudian setelah sang raja keluar,
maka ia berdoa di atas mimbar: “Ya Alloh, kami mengetahui bahwa mereka adalah
termasuk golongan yang telah Engkau jamin rezki mereka di dunia, sebagaimana
yang telah Engkau firmankan dalam kitab-Mu:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى الله رِزْقُهَا
“Tidak ada suatu binatang melata pun
(seluruh makhluk Alloh) di bumi melainkan Alloh-lah yang menjamin rezkinya.” (QS.
Huud: 6)
Sungguh mereka telah menyeru-Mu dalam keadaan
terdesak (darurat) dan Engkau kabulkan doa orang-orang yang terdesak (dalam
keadaan genting), sehingga Engkau turunkan hujan kepada mereka, bukan
karena Engkau mencintai diri-diri dan agama mereka. Maka sekarang,
kami mohon agar Engkau perlihatkan kepada kami sebuah ayat (tanda kekuasaan-Mu)
yang dengannya dapat menguatkan iman yang ada dalam hati-hati hamba-Mu
yang beriman.” Setelah itu, maka Alloh mengirimkan kepada mereka (orang-orang
Nashoro) sebuah angin yang membinasakan mereka…
MELAMPAUI BATAS DALAM BERDO’A
Termasuk dalam bab ini adalah
orang yang berdoa dengan doa yang tidak pantas dan melampaui batas, baik dengan
meminta sesuatu yang tidak baik atau doa yang mengandung kemaksiatan kepada
Alloh, syirik dan sebagainya. Ketika telah tercapai apa yang diinginkan, ia
mengira bahwa itu merupakan tanda kesholehan amalannya, seperti orang yang
diberikan ketangguhan (umur panjang dan kelancaran penghidupan), sehingga
diberikan kepadanya banyak harta dan keturunan. Dia mengira bahwa hal itu
termasuk berlomba-lomba dalam kebaikan!
Alloh -ta’ala- berfirman:
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ *
نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan
anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu berarti bahwa Kami bersegera
memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka?! Tidak, sebenarnya mereka itu tidak
sadar.” (QS. Al-Mukminun: 55-56)
Alloh Ta’ala juga berfirman:
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ
كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا
هُمْ مُبْلِسُونَ
“Tatkala mereka melupakan peringatan yang
telah diberikan kepada mereka, maka Kami pun membukakan semua pintu-pintu
kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang
telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka
ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS.
Al-An’am: 44)
Firman Alloh Ta’ala:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ
لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ
مُهِينٌ
“Janganlah sekali-kali orang-orang kafir
itu menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka (yakni: dengan
memperpanjang umur mereka, memperbanyak rezki, memberikan pertolongan dan
membiarkan mereka berbuat dosa sesuka hatinya) adalah lebih baik bagi mereka.
Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya
bertambah-tambah dosa mereka dan bagi mereka adzab yang menghinakan.”
(QS. Ali Imron: 178)
Alloh Ta’ala juga berfirman:
فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ
مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ * وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
“Maka serahkanlah -wahai Muhammad-
kepada-Ku urusan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Quran). Nanti
Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dari arah
yang tidak mereka ketahui. Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya
rencana-Ku amat tangguh.” (QS. Al-Qolam: 44-45)
Inilah apa yang diterangkan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh dalam kitab beliau “Iqtidho’
Ash-Shirothol Mustaqim Mukholafatu Ashhabil Jahim” (2/314-317).
Wallohu
a’lam bish-showab, wabillahit-taufiq.